Faktanusa.com, Samarinda – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda kembali menggelar audiensi terkait polemik pembayaran upah buruh proyek Teras Kota Samarinda yang merupakan ikon baru Kota Tepian yang diresmikan sejak 9 September 2024 yang hingga saat ini belum juga terselesaikan.
Rapat Audensi tersebut berlangsung di ruang rapat DPRD kota Samarinda, Rabu (27/2/2025).
Ketua Komisi IV DPRD kota Samarinda, Novan Syahronny Pasie, menegaskan bahwa dewan hanya berperan sebagai mediator dalam permasalahan tersebut.
“Dewan sudah berusaha memfasilitasi, tapi permasalahan utama masih tetap ada. Ini sebenarnya tanggung jawab perusahaan terhadap pekerjanya. Namun, di sisi lain, pemerintah kota juga masih memiliki kewajiban kepada pihak ketiga,” ujar Novan kepada media ini usai rapat.
Novan menambahkan untuk permasalahan tersebut salah satu solusinya yaitu melakukan penyelesaian upah sebesar 30% yang masih tertunda. Namun, hal ini harus dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku.
“Kami tekankan, hak pekerja harus dipenuhi dan Pemerintah kota, dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja dan PUPR, harus benar-benar mengawal agar pembayaran ini bisa direalisasikan. Apalagi, jumlahnya tidak kecil, sekitar Rp500 juta lebih,” jelas Novan.
Sementara tidak ada kejelasan dari pihak perusahaan tidak hadir dalam audiensi yang telah diadakan beberapa kali pertemuan di kantor DPRD kota Samarinda.
“Kalau saja pihak perusahaan tadi hadir dan menyatakan kapan akan membayar di hadapan OPD dan DPRD, masalah ini bisa selesai lebih cepat. Tapi, sampai sekarang mereka belum memberikan respons yang jelas,” pungkasnya.
Sementara itu, perwakilan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Samarinda, Andriyani, mengungkapkan bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan langsung untuk menyelesaikan pembayaran upah buruh.
“Sebelum kami memegang proyek Teras ini, kami tidak mengetahui adanya masalah pembayaran. Kami baru tahu setelah proyek diambil alih dari perusahaan asal Jakarta,” ujar Andriyani.
“PUPR telah menjalankan tugasnya sesuai prosedur, termasuk berkomunikasi dengan pihak perusahaan. Dari segi aturan administrasi, kami tidak bisa menalangi pembayaran buruh karena kontrak kerja adalah antara pekerja dan perusahaan. Kami hanya bisa mengawal agar ada penyelesaian,” tegasnya.
Andriyani juga mengungkapkan bahwa perusahaan yang mengerjakan proyek Teras juga dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp2-3 miliar. (ADV/**)