ARTIKEL

Faktanusa.com, Balikpapan – Dari informasi yang beredar di kalangan organisasi olahraga di Kota Balikpapan, pada akhir tahun 2025, Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Balikpapan akan menyelenggarakan Musyawarah Olahraga Kota (Musorkot) yang pada Musorkot tersebut, salah satu agenda intinya adalah memilih Ketua KONI Kota Balikpapan periode 2025 – 2030. Untuk menjadi Calon Ketua KONI tentu harus memenuhi beberapa syarat-syarat tertentu sebelum berkompetisi dalam Musorkot itu, pertanyaannya… apakah pejabat publik memenuhi syarat untuk menjadi Calon Ketua KONI di Tingkat Kota?. Untuk dapat menjawab pertanyaan itu maka kita tidak bisa terlepas dari hukum positif yang mengatur dunia keolahragaan di Indonesia. Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, pejabat publik tidak memenuhi syarat untuk menjadi ketua dan pengurus KONI pada semua tingkatan kepengurusan sebagaimana diatur dalam pasal 40 UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional yang berbunyi “Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik”. Selain itu secara tegas juga diatur dalam Pasal 56 ayat (1) PP No. 16 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 3 Tahun 2005 tentang sistem Keolahragaan Nasional yang berbunyi ‘Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik Dengan posisi kasus di atas, apakah saat ini pejabat publik dapat menjabat sebagai ketua dan atau pengurus KONI. Berangkat dari permasalahan tersebut dan agar terhindar dari permasalahan hukum yang bisa saja dapat terjadi di kemudian hari, maka sangat perlu menganalisis secara hukum pejabat publik yang akan menjadi Calon Ketua dan atau Pengurus KONI pada semua tingkat kepengurusan

Pejabat publik

Pengertian pejabat publik adalah “orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan publik”. Hal tersebut diatur dalam pasal 1 angka 8 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Jo pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Sementara pengertian badan publik sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 2 adalah “lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri”. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa anggota DPRD Kabupaten/Kota adalah pejabat publik. Berkaitan dengan pengertian di atas, apakah organisasi KONI adalah badan publik. Lembaga KONI bukan bagian dari lembaga negara, lembaga KONI adalah lembaga independen yang sistem kepengurusannya tidak diselenggarakan dengan sistem penyelenggaraan negara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Penegasan independensi organisasi KONI dapat dilihat pada pasal 37 ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 yang berbunyi “ Induk Organisasi Cabang Olahraga dan komite olahraga nasional sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) bersifat mandiri dan dikelola secara profesional oleh pengurus yang memiliki kompetensi Keolahragaan”

Eksistensi dan Kepengurusan KONI

Sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KONI, organisasi KONI dibentuk bertujuan untuk mewujudkan prestasi olahraga yang membanggakan, membangun watak, mengangkat harkat dan martabat kehormatan bangsa dalam rangka ikut serta mempererat, membina persatuan dan kesatuan bangsa, serta memperkokoh ketahanan nasional. Kemudian dalam pasal 36 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan disebutkan “Untuk kepastian hukum perlindungan bagi olahragawan dan pelaku olahraga dalam peningkatan prestasi, masyarakat membentuk satu induk organisasi cabang olahraga”, kemudian dalam Pasal 37 ayat (1) dan ayat (3) disebutkan “induk organisasi cabang olahraga dibentuk suatu komite olahraga nasional (KONI), yang bersifat mandiri dan dikelola secara profesional oleh pengurus yang memiliki kompetensi Keolahragaan Mengenai kepengurusan KONI, peraturan perundang-undangan sudah mengatur syarat-syaratnya, baik peraturan internal KONI maupun hukum positif lainnya. Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon Ketua Umum yang diatur dalam AD/ART, dalam pasal 27 tentang Kriteria Ketua Umum dan Pengurus KONI, pada intinya disebutkan Calon Ketua Umum mempunyai kemampuan untuk mengelola organisasi keolahragaan. Pada pasal tersebut tidak ditemukan pengaturan atau larangan pejabat publik untuk menjadi Ketua Umum dan atau Pengurus KONI di semua tingkat kepengurusan Demikian pula dalam hukum positif lainnya, syarat untuk menjadi pengurus KONI dapat dilihat pada pasal 41 Undang-undang No. 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan yang berbunyi “Pengurus komite olahraga nasional (KONI), komite olahraga nasional di provinsi, dan komite olahraga nasional di kabupaten/kota bersifat mandiri, memiliki kompetensi di bidang Keolahragaan, dan dipilih oleh Masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Penjelasan pada pasal 41 tersebut adalah “yang dimaksud dengan ‘memiliki kompetensi di bidang Keolahragaan” antara lain, dibuktikan dengan pengalaman atau latar belakang sebagai Olahragawan, Tenaga Keolahragaan, organisasi Keolahragaan, dan/ atau pengalaman lain di bidang Olahraga”.

Rangkap Jabatan Ketua KONI – Pejabat Publik

Sebelum berlakunya Undang-undang No. 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan, penjabat publik dilarang untuk menjadi Ketua dan atau Pengurus KONI pada semua tingkat kepengurusan, larangan tersebut diatur dalam Pasal 40 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, yang berbunyi : “Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik”.

Selain itu secara tegas juga diatur dalam Pasal 56 ayat (1) PP No. 16 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional yang berbunyi ”Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik”. Terhadap larangan tersebut Mahkamah Konstitusi menguatkannya sebagaimana dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 27/PUU-V/2007 tertanggal 22 Pebruari 2007 yang pada pokoknya Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal yang berisi tentang pelarangan pejabat struktural dan publik menjadi pengurus KONI, baik tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, itu tidak bertentangan dengan konstitusi. Akan tetapi putusan MK tersebut hanya menguji Undang-undang yang berlaku saat itu yaitu pengujian terhadap pasal 40 Undang-undang No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, dengan demikian terhadap putusan MK tersebut tidak berlaku atau tidak mengikat Undang-undang yang terbit setelahnya, termasuk Undang-undang No. 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan. Larangan sebagaimana dimaksud di atas saat ini dinyatakan tidak berlaku lagi sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, dalam Undang-undang dimaksud secara resmi memperbolehkan pejabat publik seperti gubernur, bupati, wali kota, anggota DPR/DPRD menjabat sebagai Ketua KONI.

Undang-undang ini menghapus ketentuan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 yang melarang pejabat publik menjadi pengurus KONI. Pasal 41 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 menyebutkan bahwa pengurus KONI harus mandiri, memiliki kompetensi di bidang keolahragaan, dan dipilih oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, kalimat “tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan public” yang terdapat dalam Undang-undang No. 3 Tahun 2005 dihapus.

Pada tanggal 8 Pebruari 2023, melalui kegiatan bedah Undang-undang No. 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, Staf Ahli Bidang Hukum Kementerian Pemuda dan Olahraga Dr. Drs. Samsudin, S.H., M.H., M.Pd. mengatakan “Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) memperbolehkan pejabat publik seperti Gubernur, Bupati, Walikota dan anggota DPR/DPRD untuk menjadi pengurus atau menjadi ketua umum KONI”. Staf ahli Kementerian Olahraga tersebut menjelaskan, larangan pejabat publik menjadi pengurus KONI memang pernah diatur di dalam Pasal 40 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005.

Di mana disebutkan bahwa pengurus KONI harus bersifat mandiri dan profesional serta tidak boleh dijabat oleh pejabat struktural atau pejabat publik. Namun Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tersebut telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi sejak diundangkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 di mana dalam pasal 41 disebutkan bahwa jabatan publik dan jabatan struktural sudah dihapus, sehingga semua pengurus dapat dipilih oleh masyarakat sesuai ketentuan perundang-undangan.

Dalam penyampaiannya disebutkan “dalam revisi Undang-undang ini sangat banyak masukan, dalam pembahasan rancangan di DPR RI terdapat perdebatan yang panjang, pro kontra antara anggota DPR khususnya di komisi X, namun pada akhirnya disepakati dengan banyak pertimbangan dan juga kemajuan keolahragaan bahwa pejabat publik diperbolehkan menjadi pengurus KONI”. Disebutkan pula “Jadi demi kepentingan atlet dan juga olahragawan maka dihapuslah kalimat terakhir yang tidak boleh pejabat struktural dan pejabat publik. jadi diganti dengan memiliki kompetensi keolahragaan”. Dengan dihapusnya larangan bagi pejabat publik, sejumlah pejabat publik telah menjabat sebagai Ketua KONI di wilayah masing-masing.

Dari data yang tersedia di internet, saat ini tidak kurang 30 pejabat publik di Indonesia yang menduduki jabatan Ketua Koni di daerah masing-masing. Dari kalangan pejabat legislatif kita bisa melihat beberapa contoh, diantaranya H. Ismail Anggota DPRD Kota Makassar, Veri Hariadi Anggota DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah, Santoso Bekti Wibowo Anggota DPRD Kota Mojokerto, Rajab Djinik Anggota DPRD Kota Kendari dan beberapa anggota DPRD lainnya yang menjabat Ketua KONI di daerah masing-masing Dengan demikian, berdasarkan data dan peraturan perundang-undangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa anggota DPRD Kabupaten/Kota dapat menjadi Ketua dan atau Pengurus KONI pada semua tingkatan kepengurusan

Loading