Kutai Timur – Pimpinan DPRD Kutai Timur periode 2019-2024, yang terdiri dari Joni, Asti Mazar, dan Arfan, menggelar konferensi pers untuk mengklarifikasi tudingan Calon Wakil Bupati Kutim, Mahyunadi, yang menyebut mereka bertanggung jawab atas tingginya Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SiLPA) pada APBD 2024.

Tuduhan tersebut muncul dalam Debat Kedua Pilkada Kutim di Samarinda pada 19 November 2024 lalu.

Mahyunadi juga menuduh Fraksi Golkar sebagai satu-satunya fraksi yang menolak pengesahan APBD Perubahan 2024, yang dianggap memperlambat proses pengesahan.

Menanggapi hal tersebut, Joni, yang merupakan Ketua DPRD periode 2019-2024, menjelaskan bahwa pihaknya telah melaksanakan tugas sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pedoman Penyusunan APBD.

“Kami telah melaksanakan penyusunan APBD 2024 sesuai dengan tahapan yang ditetapkan, mulai dari penyusunan KUA/PPAS hingga pembahasan APBD. KUA/PPAS bahkan sudah disahkan pada 12 Agustus 2024,” ujar Joni.

Joni menjelaskan bahwa pembahasan APBD tidak bisa dilakukan begitu saja, karena harus melalui berbagai tahapan yang dimulai dari menunggu Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) dari pemerintah daerah.

Kemudian, setelah RKPD ditetapkan, proses penyusunan APBD dilakukan melalui berbagai dokumen seperti KUA dan PPAS, yang harus disepakati oleh DPRD dan kepala daerah sebelum dilanjutkan ke penyusunan RKA dan Rancangan APBD.

Ia menambahkan bahwa pengesahan APBD Perubahan 2024 baru dapat dilakukan oleh pimpinan DPRD periode 2024-2029, karena pada masa transisi pada 14 Agustus 2024 telah dilakukan pelantikan pimpinan baru.

“Ada waktu untuk pengesahan, tapi karena pergantian pemimpin, estafet dilanjutkan oleh pimpinan baru,” kata Joni.

Joni juga mengungkapkan bahwa lambatnya proses pengesahan disebabkan oleh terlambatnya pemerintah daerah (TAPD) dalam menyetorkan berkas KUA/PPAS, meskipun mereka telah beberapa kali mendesak agar berkas tersebut segera diserahkan.

Selain itu, Joni menegaskan bahwa pimpinan DPRD periode 2019-2024 tidak menyetujui pembayaran Proyek Multiyears Contract (MYC) dari APBD Perubahan 2024 karena bertentangan dengan kesepakatan MoU dengan pemerintah yang menyatakan bahwa MYC tidak boleh dibahas dalam APBD Perubahan.

“Di periode kami tidak ada masalah, kami tidak menyetujui MYC karena itu melanggar kesepakatan,” tegasnya.

Senada dengan Joni, Purna Wakil Ketua I Asti Mazar menambahkan bahwa Fraksi Golkar, yang dituding menolak pengesahan APBD, justru menyetujui APBD Perubahan 2024 dengan catatan menolak pembayaran MYC.

“Tidak ada fraksi yang menolak pengesahan APBD. Fraksi Golkar menerima APBD dengan catatan menolak penganggaran MYC, karena ini akan mengganggu anggaran Pokir anggota dewan yang purna tugas,” jelas Asti.

Arfan, Wakil Ketua II periode 2019-2024, juga menanggapi tudingan yang menyebut mereka mendukung Paslon nomor urut 1 dalam Pilkada Kutim.

Arfan menegaskan bahwa pada masa jabatannya, Nasdem belum berkoalisi dengan paslon manapun.

“Pernyataan Mahyunadi yang menyebut kami sebagai tim pemenangan Paslon 01 tidak benar. Kami tidak berkoalisi dengan siapapun pada masa itu,” ujar Arfan.

Selain itu, Arfan menekankan bahwa pihaknya sudah berulang kali mendesak pemerintah untuk segera menyetorkan berkas KUA/PPAS, namun TAPD terus memberikan alasan belum lengkapnya rincian anggaran.

“Kami terus mendesak pemerintah agar segera menyetorkan berkas, tapi selalu ada alasan yang menghambat. Kami juga menolak MYC karena mengorbankan anggaran Pokir anggota dewan purna tugas,” tandas Arfan.

Sebelumnya, Mahyunadi dalam debat Pilkada menuding unsur pimpinan DPRD Kutim periode 2019-2024, terutama dari Fraksi Golkar, bertanggung jawab atas tingginya SiLPA akibat lambatnya pengesahan APBD Perubahan 2024.

Mahyunadi juga menyebut bahwa Fraksi Golkar sebagai satu-satunya fraksi yang menolak pengesahan APBD Perubahan.

“Masyarakat Kutim perlu tahu, ironisnya satu-satunya fraksi yang tidak menyetujui APBD di masa anggota DPRD yang baru adalah Fraksi Golkar,” ungkap Mahyunadi.ADV

Loading