Perjuangkan Keadilan untuk Petani: Sesuaikan Dengan Tuntutan

Loading

Sangatta – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Kutai Timur (Kutim) Penyelesaian Sengketa Lahan antara Kelompok Tani Karya Bersama dan PT Indominco Mandiri senantiasa memperjuangkan agar petani di Kutai Timur mendapatkan keadilan.
“Kasus ini telah berlangsung selama hampir 20 tahun, dimulai sejak tahun 2005, karena selama ini Indominco tidak mau terbuka terkait sengketa lahan yang diklaim oleh Kelompok Tani Karya Bersama,” ujar Basti Sangga Langi, selaku Anggota DPRD Kabupaten Kutim.
“Awalnya, kelompok tani bersama telah mengklaim 2750 hektar lahan yang diklaim oleh Indominco. Perusahaan berdalih bahwa hanya 300 surat artinya hanya 600 hektar yang dapat mereka bayar setelah verifikasi inventarisasi pemerintah,” tambahnya.
Memakai dasar argumen sebagian lahan tidak ada tanaman tumbuh. Namun menurut tim inventarisasi sebelumnya mencatat bahwa lahan tersebut memiliki tanam tumbuh dan sudah dimanfaatkan untuk pertambangan.
Pertemuan pertama dengan perusahaan belum membuahkan hasil, namun pada plkesempatan berikutnya, pihak petinggi Indominco yang ada di Jakarta hadir untuk menerangkan klaim mereka berdasarkan hasil inventarisasi pemerintah Kutim.
“Kelompok tani itu tidak menerima karena tidak sesuai dengan apa yang mereka tuntut,” pungkasnya.
Upaya dari Direktorat Jendral Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) akan diputuskan 30 Oktober terkait dengan laporan kelompok tani mengenai 960 hektar lahan di luar konsesi yang kini sedang ditambang oleh Indominco. Ini akan menjadi saat yang menentukan untuk mengetahui apakah laporan tersebut valid atau tidak.
Kasus ini pun meliputi aspek izin yang berkaitan dengan konsesi tambang. Perusahaan dikritik sebab tidak mematuhi ketentuan yang menuntut penyelesaian perselisihan dengan masyarakat sebelum melakukan penggusuran dan mencabut tanam tumbuh.
“Banyak anggota kelompok tani telah meninggal selama 20 tahun berlalunya konflik ini,” terangnya.
Dalam usaha untuk menyelesaikan masalah ini, harapan mengarah pada Tim Minerba yang akan turun ke lapangan. Transparansi dan keadilan harapannya dapat menjadi fokus mereka. Jika perusahaan sampai dibuktikan bersalah, sanksi harus diterapkan, termasuk kemungkinan tindakan hukum.
“Yang terpenting adalah agar masyarakat yang terkena dampak konflik ini dapat dijamin hak-haknya,” pungkasnya.
Kelompok tani menuntut kompensasi sekitar Rp258 miliar dengan luas lahan 2750 hektar dan jumlah masyarakat sekitar 2000 orang, sebagian di antaranya telah meninggal. Kesanggupan perusahaan untuk membayar hingga saat ini hanya sekitar Rp1,8 miliar yang jauh dari tuntutan yang dikemukakan oleh kelompok tani.
“Maksud saya dari Rp1,8 miliar itu kira kira perusahaan sanggup menaikan berapa supaya bisa nego, tapi perusahaan hanya mengacu pada apa yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat bahwa hasil inventarisasi 300 surat itulah yang dibayarkan perusahaan,” tuturnya.ADV

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top