Faktanusa.com, Sangatta – Proses perekrutan perangkat desa di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) hingga kini masih menjadi polemik yang belum terselesaikan. Mekanisme seleksi, pengangkatan, dan pemberhentian aparatur desa dinilai belum memiliki dasar hukum yang kuat. Kondisi ini menimbulkan berbagai persoalan di lapangan karena kewenangan penuh perekrutan perangkat desa masih berada di tangan Kepala Desa (Kades) tanpa aturan teknis yang jelas.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kutim, Muhammad Basuni, menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada peraturan turunan yang secara rinci mengatur tata cara perekrutan perangkat desa. Aturan yang berlaku masih bersifat umum dan belum memberikan standar seleksi yang seragam.

“Semua perangkat desa sepenuhnya kewenangan Kades. Persyaratan yang saat ini ada masih sangat umum, belum ada standar yang mengikat,” ujar Basuni saat dikonfirmasi. Jum’at (21/11/2025). Menurutnya, kekosongan regulasi teknis membuat proses seleksi aparatur desa sering kali berjalan berdasarkan kebijakan subjektif kepala desa.

Kondisi tersebut dinilai rawan menimbulkan intervensi kepentingan hingga politisasi jabatan, terutama pada momen pergantian kepala desa. Aparatur desa yang telah bekerja dan berpengalaman bisa saja kehilangan posisinya hanya karena alasan politis. Minimnya payung hukum menyebabkan posisi perangkat desa tidak memiliki perlindungan yang kuat.

Basuni menilai bahwa ketidakjelasan aturan seleksi berdampak langsung terhadap stabilitas penyelenggaraan pemerintahan desa. Padahal, keberlangsungan pelayanan publik dan administrasi desa sangat bergantung pada aparatur yang memahami tugas serta proses birokrasi yang berlaku.

“Ini sedang kami rumuskan. Tujuannya agar perangkat desa tidak terintervensi oleh kepentingan politik kepala desa. Kita ingin ada payung hukum yang jelas untuk melindungi mereka,” tegasnya. Menurut Basuni, rancangan regulasi yang sedang disusun diharapkan dapat menjadi pedoman yang baku dan mampu menciptakan proses rekrutmen yang transparan serta akuntabel.

Selain persoalan aturan, Basuni juga menyoroti rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) perangkat desa yang saat ini mengisi sejumlah posisi penting. Keterbatasan pemahaman terkait administrasi maupun tata kelola keuangan kerap menjadi kendala dalam melaksanakan tugas, terutama dalam penyaluran dan pertanggungjawaban penggunaan dana desa.

“Tentu ini menjadi sulit, apalagi dalam hal pengelolaan anggaran dan pertanggungjawaban,” ujarnya. Basuni menegaskan, peningkatan kapasitas aparatur desa sangat mendesak untuk mencegah kesalahan administratif maupun potensi pelanggaran pengelolaan anggaran.

Menurutnya, perangkat desa merupakan elemen penting dalam menjalankan pembangunan berbasis masyarakat. Jika aparatur tidak memiliki kompetensi yang memadai, maka pelaksanaan program pemerintah desa dapat terhambat dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

Ke depan, DPMPD berencana menyusun sistem seleksi berbasis uji kompetensi dan verifikasi dokumen agar perekrutan perangkat desa lebih objektif serta memiliki standar yang sama di seluruh desa di Kutim. Selain itu, pelatihan peningkatan kapasitas aparatur juga akan terus diperkuat melalui program pendampingan dan workshop.

Dengan hadirnya regulasi yang jelas, Basuni berharap hubungan kerja antara Kades dan perangkat desa dapat berjalan lebih profesional, bebas tekanan politik, dan berorientasi pada pelayanan publik. (Adv/Shin/**)

Loading