Faktanusa.com, Surabaya – Kasus dugaan penipuan yang melibatkan dua anggota kepolisian di Pekalongan, Jawa Tengah, terus menjadi sorotan publik. Seorang pengusaha asal Pekalongan dilaporkan menjadi korban penipuan dengan modus janji bisa meloloskan anaknya masuk Akademi Kepolisian (Akpol) melalui jalur khusus dengan membayar sejumlah uang.

Menanggapi kasus tersebut, pengamat kepolisian Dr. Didi Sungkono, S.H., M.H. menegaskan bahwa perilaku oknum polisi yang terlibat dalam kasus penipuan seperti ini tidak dapat ditoleransi.

“Kelakuan oknum tersebut tidak bisa dibenarkan. Ini sangat merugikan institusi Polri dan mencederai kepercayaan masyarakat. Tindakan tegas dan terukur perlu dilakukan. Wajar bila keduanya telah ditangkap dan ditempatkan dalam penugasan khusus (patsus), karena Polri kini terus berbenah dan bersikap transparan,” ujar Didi Sungkono, yang juga menjabat sebagai Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rastra Justitia Surabaya, Jumat (31/10/2025).

Menurut Didi, penyidik harus mengusut tuntas aliran dana sebesar Rp2,6 miliar yang diserahkan korban kepada para pelaku.

“Jumlah uang sebesar itu tidak mungkin hanya dinikmati satu atau dua orang. Harus diusut sampai ke akar-akarnya, termasuk kemungkinan adanya jaringan di atasnya. Masyarakat juga perlu mengawal proses persidangan agar semuanya terbuka,” tambahnya.

Kasus ini bermula dari laporan seorang pengusaha asal Kabupaten Pekalongan bernama Dwi Purwanto, yang mengaku ditipu oleh empat orang dengan total kerugian mencapai Rp2,6 miliar. Modus yang digunakan adalah janji anak korban akan diterima menjadi Taruna Akpol tahun 2025 melalui jalur kuota khusus.

Salah satu pelaku utama yang kini telah diamankan adalah Bripka Alexander Undi Karisma, anggota Polsek Doro, Polres Pekalongan, Polda Jawa Tengah. Ia ditangkap oleh tim Bidang Propam dan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng pada 23 Oktober 2025.

Direktur Reskrimum Polda Jateng Kombes Pol Dwi Subagio membenarkan penangkapan tersebut.

“Benar, yang bersangkutan ditangkap saat sedang mengikuti pendidikan perwira. Saat ini kami masih mendalami aliran dana Rp2,6 miliar itu. Prosesnya akan dilakukan secara transparan,” ujarnya.

Selain Bripka Alexander, penyidik juga mengamankan Aipda Fachrurohim alias Rohim, sesama anggota Polres Pekalongan. Keduanya kini ditempatkan secara khusus (patsus) dan akan menjalani sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polri untuk menentukan sanksi dan status kedinasan mereka.

Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto menyebutkan bahwa perkara ini ditangani melalui dua jalur, yaitu pidana umum dan pelanggaran kode etik kepolisian.

Dalam laporan korban, dua warga sipil berinisial SAP alias Agung dan Joko juga disebut terlibat. Awalnya, Aipda Rohim menawarkan kepada korban agar menyetorkan dana sebesar Rp3,5 miliar dengan imbalan anaknya akan diterima di Akpol. Namun, korban hanya menyerahkan Rp2,6 miliar.

Sayangnya, anak korban gagal lolos sejak tahap awal seleksi. Uang yang telah disetorkan pun tidak dikembalikan, meski korban telah beberapa kali menagih.

Akibatnya, korban melaporkan keempat pelaku ke pihak kepolisian dengan bukti transfer senilai Rp2,6 miliar.

“Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat agar tidak percaya pada oknum yang menjanjikan bisa meloloskan seseorang menjadi anggota Polri atau Akpol. Semua proses rekrutmen Polri kini dilakukan secara transparan dan tanpa biaya,” tegas Didi menutup pernyataannya. (**)

Penulis : Redho

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *