Faktanusa.com, Samarinda — Panitia Khusus (Pansus) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kalimantan Timur mulai menggodok penyusunan kebijakan strategis untuk periode 2025–2029. Rapat perdana yang digelar pada Selasa (17/6/2025) bersama tim penyusun Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) RPJMD ini menjadi langkah awal dalam menyusun arah pembangunan provinsi lima tahun ke depan.
Dalam forum tersebut, sejumlah anggota pansus menyampaikan beragam isu mendesak yang selama ini menjadi keluhan masyarakat. Mulai dari rendahnya kualitas dan pemerataan layanan pendidikan, ketimpangan infrastruktur sekolah antara kota dan desa, keterbatasan tenaga pendidik dan tenaga kesehatan, hingga lemahnya pendapatan asli daerah (PAD) yang dinilai belum optimal menopang kebutuhan pembangunan.
Salah satu sorotan utama datang dari Ketua Pansus RPJMD, Syarifatul Sya’diah, yang menekankan pentingnya keadilan dalam akses pendidikan di Kalimantan Timur. Ia mengungkapkan bahwa masih ada kecamatan yang belum memiliki sekolah menengah atas (SMA), seperti Kecamatan Segah di Kabupaten Berau.
“Kami temukan di Kecamatan Segah, Berau, sampai hari ini belum ada SMA. Ini persoalan serius. Pemerintah daerah harus segera hadir menyediakan fasilitas pendidikan yang merata,” ujar Syarifatul tegas.
Ia menilai, ketimpangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan dalam hal pendidikan merupakan hambatan besar dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Karena itu, ia mendorong agar RPJMD mendatang tidak hanya fokus pada pengembangan guru, tetapi juga pada pembangunan dan pemerataan infrastruktur pendidikan, terutama di daerah tertinggal dan perbatasan.
Pendidikan, menurutnya, bukan sekadar sektor layanan publik, tetapi investasi jangka panjang dalam pembangunan ekonomi dan sosial. Jika ketimpangan ini terus dibiarkan, maka akan menciptakan kesenjangan sosial yang makin melebar.
Selain pendidikan, persoalan kurangnya tenaga kesehatan juga menjadi catatan penting. Daerah-daerah terpencil di Kaltim masih mengalami kesulitan mendapatkan layanan kesehatan dasar karena minimnya fasilitas dan tenaga medis. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam mewujudkan masyarakat yang sehat dan produktif.
Pansus menekankan bahwa penyusunan RPJMD 2025–2029 harus benar-benar menjawab persoalan-persoalan dasar masyarakat. Tidak cukup hanya dengan jargon pembangunan, tetapi dengan langkah nyata di lapangan.
Pansus juga menyoroti pentingnya penguatan sektor unggulan daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Menurut Syarifatul, Kalimantan Timur memiliki potensi besar di sektor perkebunan, pariwisata, dan industri kreatif, namun belum dikelola secara maksimal.
“Optimalisasi sektor-sektor unggulan ini sangat penting agar PAD bisa menopang program pembangunan berkelanjutan dan memberi dampak nyata ke masyarakat,” ujarnya.
Kemandirian fiskal menjadi isu strategis yang harus dihadapi Kaltim, terutama menjelang transisi ibu kota negara (IKN) yang akan memengaruhi dinamika ekonomi dan demografi wilayah sekitarnya.
Syarifatul menegaskan, jika Kaltim tidak segera memperkuat fondasi ekonominya melalui peningkatan PAD, maka ketergantungan terhadap dana transfer pusat akan terus berlanjut. Hal ini dapat membatasi ruang gerak daerah dalam merancang program-program yang adaptif terhadap kebutuhan masyarakat.
Satu hal yang tidak kalah penting adalah keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan kebijakan. Pansus menegaskan bahwa RPJMD harus disusun dengan prinsip partisipatif dan transparan. Aspirasi masyarakat harus menjadi fondasi utama dalam setiap rencana pembangunan.
“RPJMD bukan sekadar dokumen teknokratik, tapi harus menjadi cerminan kebutuhan rakyat,” tegas Syarifatul.
Untuk itu, Pansus akan terus mendorong pelibatan publik, baik melalui forum-forum dengar pendapat, konsultasi masyarakat, maupun penyebarluasan informasi secara terbuka agar masyarakat bisa turut serta mengawal arah pembangunan Kalimantan Timur lima tahun ke depan. (ADV/**)