Minim Transparansi, DPRD Kaltim Peringatkan Ancaman Sosial dan Lingkungan dari Proyek Investasi

Loading

Faktanusa.com, Samarinda — Proyek investasi yang terus mengalir ke Kalimantan Timur tak selalu membawa kabar baik. Di balik geliat pembangunan, tersimpan kekhawatiran yang disuarakan oleh Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur, Ananda Emira Moeis. Ia menilai bahwa keterbukaan informasi yang masih minim dalam proses investasi berisiko menimbulkan dampak sosial dan ekologis yang serius, bahkan bisa memicu konflik yang sulit diselesaikan.

“Masih banyak warga yang tidak tahu-menahu soal izin usaha, dokumen AMDAL, atau rencana kegiatan perusahaan,” ujar Ananda, Jumat (23/5/2025), dalam keterangannya kepada media. “Ini berisiko menimbulkan ketegangan sosial bahkan konflik horizontal,” lanjutnya.

Kalimantan Timur memang sedang berada di bawah sorotan nasional dan internasional sebagai lokasi pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Namun, geliat investasi di luar kawasan inti IKN juga meningkat drastis. Sayangnya, menurut Ananda, tidak semua investasi dijalankan dengan memperhatikan prinsip keterbukaan dan partisipasi publik.

Sebagai politisi PDI Perjuangan yang cukup vokal dalam isu-isu sosial dan lingkungan, Ananda menekankan bahwa keberhasilan pembangunan tidak bisa hanya diukur dari nilai investasi yang masuk ke daerah.

“Jangan sampai pembangunan justru meninggalkan jejak kerusakan yang tidak bisa diperbaiki. Risiko sosial dan ekologis harus menjadi perhatian utama,” tegasnya.

Ia mengingatkan, pembangunan yang tidak memperhitungkan dampak jangka panjang bisa merugikan generasi mendatang. Menurutnya, warga lokal harus dilibatkan sejak awal dalam setiap tahapan proyek, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan.

Ananda menegaskan bahwa DPRD Kaltim akan terus menjalankan fungsi pengawasannya terhadap proyek-proyek investasi, agar tidak menyimpang dari aturan dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Baginya, transparansi adalah kunci utama dalam menciptakan tata kelola pembangunan yang sehat dan berkelanjutan.

Ia juga menyoroti pentingnya menghormati hak-hak masyarakat adat, yang selama ini sering kali terpinggirkan dalam proses pembangunan. Hutan dan tanah adat, menurut Ananda, bukan hanya aset ekonomi, melainkan bagian integral dari identitas budaya dan keberlanjutan daerah.

“Investor wajib mengikuti aturan main dan menghargai nilai-nilai lokal. Jangan sampai budaya dan hak warga dikorbankan demi keuntungan sesaat,” katanya.

Ananda juga menyerukan kepada pemerintah daerah untuk tidak hanya mengedepankan proses administratif, tetapi juga mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam setiap tahapan investasi. Ia menilai bahwa pelibatan publik sejak awal bisa memperkecil risiko konflik dan kesalahpahaman.

“Suara masyarakat terdampak harus didengar, bukan setelah masalah muncul, tapi sejak proyek direncanakan,” ujar Ananda.

Bukan hanya itu, ia juga menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat agar memahami hak-hak mereka dalam menghadapi gelombang investasi ini. Menurutnya, warga yang sadar hukum dan paham proses akan lebih siap mengawal jalannya pembangunan secara legal dan konstruktif.

“Warga yang paham haknya akan lebih siap menghadapi tantangan dan bisa jadi mitra dalam menjaga keberlanjutan pembangunan,” pungkasnya.

Peringatan Ananda Emira Moeis bukan tanpa alasan. Dalam banyak kasus, ketidakterbukaan informasi terkait izin usaha, AMDAL, atau pengelolaan lahan kerap menimbulkan protes dari warga. Di beberapa wilayah, bahkan muncul ketegangan antara perusahaan dan masyarakat lokal karena lemahnya komunikasi dan partisipasi.

Apa yang disuarakan oleh DPRD Kaltim mencerminkan kebutuhan mendesak akan tata kelola investasi yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan. Karena pada akhirnya, investasi bukan hanya soal pertumbuhan ekonomi, melainkan juga tentang menjaga harmoni sosial dan kelestarian lingkungan yang menjadi warisan bersama. (Adv/**)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top