Mendorong Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Mediasi: Komitmen Kanwil BPN Kaltim di Kabupaten Paser

Loading

Faktanusa.com, Samarinda, – Sengketa pertanahan masih menjadi tantangan serius dalam tata kelola agraria di Indonesia. Masalah ini kerap muncul akibat tumpang tindih perizinan, klaim kepemilikan ganda, batas wilayah yang tidak jelas, serta lemahnya dokumentasi tanah di berbagai daerah. Dalam upaya menanggulangi permasalahan ini, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Kalimantan Timur terus memperkuat perannya sebagai fasilitator dalam penyelesaian konflik agraria secara damai, salah satunya melalui mekanisme mediasi.

Langkah nyata terbaru ditunjukkan oleh Kanwil BPN Kaltim melalui kegiatan mediasi sengketa pertanahan antara dua badan hukum yang berlangsung pada Selasa, 5 Agustus 2025. Sengketa tersebut terjadi di Desa Petangis, Kecamatan Batu Engau, Kabupaten Paser, melibatkan dua entitas usaha yang bergerak di bidang berbeda namun mengklaim kepemilikan atau pemanfaatan atas lahan yang sama.

Mediasi ini dipimpin oleh Lena Purnamasari, selaku Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kanwil BPN Provinsi Kaltim. Kegiatan berlangsung di Ruang Rapat Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa, dihadiri oleh kedua pihak yang bersengketa, kuasa hukum masing-masing, serta perwakilan instansi teknis yang relevan.

“Proses mediasi ini merupakan bentuk komitmen Kanwil BPN Provinsi Kaltim dalam mewujudkan penyelesaian sengketa pertanahan secara adil, transparan, dan mengedepankan musyawarah mufakat,” jelas Lena dalam keterangannya kepada media.

Kasus sengketa yang terjadi di Desa Petangis mencerminkan persoalan klasik dalam pengelolaan pertanahan di daerah. Kedua badan hukum yang terlibat memiliki izin usaha berbeda: satu bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit, sementara pihak lainnya berkegiatan di bidang pertambangan mineral non-logam. Keduanya sama-sama mengklaim hak atas lahan seluas kurang lebih 200 hektare di kawasan yang memiliki potensi ekonomi tinggi tersebut.

Sumber konflik diduga kuat berasal dari perbedaan interpretasi terhadap dokumen legal seperti izin lokasi, HGU (Hak Guna Usaha), dan peta batas wilayah administratif. Di sisi lain, belum terintegrasinya sistem informasi pertanahan antar instansi pemerintah juga memperburuk kondisi ini. Hal ini menyebabkan terjadinya tumpang tindih perizinan, yang sering kali baru diketahui ketika lahan akan dimanfaatkan secara aktif.

Mediasi yang dilakukan oleh BPN menjadi langkah strategis untuk menengahi dan mencari solusi dari situasi yang berpotensi memicu konflik horizontal di tengah masyarakat. (Adv/Shin/**)


#KaltimValid2025
#ZonaIntegritas
#ATRBPNMajudanModern
#MelayaniProfesionalTerpercaya

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top