Faktanusa.com, Sangatta – Potensi kelapa sawit yang melimpah di Kabupaten Kutai Timur membuka peluang strategis untuk pengembangan industri hilir yang berkelanjutan. Sebagai daerah penghasil Crude Palm Oil (CPO) utama, Kutim memiliki posisi ideal untuk membangun industri pengolahan lanjutan yang dapat meningkatkan nilai tambah secara signifikan. Hal ini menjadi perhatian anggota DPRD setempat yang melihat adanya kesempatan untuk mentransformasi kekayaan bahan baku menjadi produk akhir yang bernilai ekonomi lebih tinggi.

Novel Tyty Paembonan, Anggota Komisi C DPRD Kutim, secara khusus menyoroti ketertinggalan daerahnya ini jika dibandingkan dengan pencapaian wilayah lain di sekitarnya. Ia mengambil contoh nyata dari Kota Bontang, yang justru telah berhasil mendirikan dan mengoperasikan pabrik pengolahan minyak sawit tanpa memiliki kebun atau sumber bahan baku di wilayahnya sendiri.

“Kenapa Bontang misalnya sekarang bisa bikin pabrik minyak goreng, Iya kan? Tidak ada kebunnya,” ujar Paembonan, membandingkan dengan nada prihatin. Kamis (13/11/2025)

Pernyataan tersebut justru menunjukkan bahwa keberhasilan Bontang dapat menjadi contoh yang inspiratif bagi Kutim. Jika daerah tanpa kebun sawit mampu membangun industri hilir, maka Kutim dengan sumber bahan baku yang melimpah seharusnya memiliki peluang yang lebih besar untuk mengembangkan industri serupa, bahkan dengan skala dan variasi produk yang lebih luas.

“Kita? CPO berton-ton, kita tidak bisa bikin. Kan sayang,” katanya dengan penuh penyesalan.

Ungkapan ini merefleksikan kesadaran akan potensi yang belum tergarap optimal. Namun, kondisi ini sebaiknya dipandang sebagai peluang yang masih terbuka lebar, bukan sebagai kegagalan. Ketersediaan bahan baku yang melimpah justru menjadi modal dasar yang kuat untuk menarik investasi dan membangun industri hilir yang kompetitif.

Merasa tidak cukup hanya menyampaikan kritik, Paembonan lantas mengusulkan sebuah solusi yang dianggapnya konkret dan strategis. Ia mendorong agar Pemerintah Daerah memprioritaskan dan secara serius merencanakan pendirian pabrik pengolahan hilir skala besar di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy. Lokasi ini dinilai sangat ideal karena sudah memiliki infrastruktur pendukung dan status hukum yang jelas untuk kegiatan industri.

“Kenapa tidak bikin pabrik besar saja di Maloy? Nanti turunannya kita kirim misalnya ke luar. Hasil sisa produk dari CPO misalnya, kan begitu,” paparnya dengan rinci.

Usulan ini menunjukkan arahan pengembangan yang jelas dan terukur. KEK Maloy dapat difungsikan sebagai pusat industri hilir yang terintegrasi, tidak hanya untuk minyak goreng tetapi juga berbagai produk turunan sawit lainnya. Konsep ini memungkinkan terciptanya ekosistem industri yang saling menunjang dan menciptakan efisiensi produksi.

“Ya saya kira memang sekarang pemerintah harus dipacu untuk kreatif lah, di tengah-tengah keadaan ini,” tegasnya.

Ajakan untuk lebih kreatif ini membuka ruang bagi berbagai model kemitraan dan skema pendanaan inovatif. Pemerintah daerah dapat menjajaki kerja sama dengan pihak swasta, skema pembiayaan alternatif, atau memanfaatkan insentif yang tersedia untuk percepatan pembangunan industri hilir. Dengan pendekatan yang kreatif dan proaktif, pembangunan industri hilir sawit di Kutim dapat diwujudkan secara bertahap dan berkelanjutan, mentransformasi potensi alam menjadi nilai ekonomi yang nyata bagi kesejahteraan masyarakat. (ADV).

Loading