Faktanusa.com, Samarinda – Insiden longsor yang terjadi di lokasi proyek pembangunan terowongan penghubung Jalan Sultan Alimuddin dan Jalan Kakap, Kelurahan Selili, Kota Samarinda, mengundang perhatian serius dari kalangan legislatif. Proyek strategis bernilai Rp395,9 miliar ini kini tengah menjadi sorotan menyusul kekhawatiran akan potensi ancaman keselamatan yang mengintai di sekitar lokasi pembangunan.
Pembangunan terowongan yang bertujuan untuk mengurai kemacetan sekaligus meningkatkan keselamatan lalu lintas di kawasan Gunung Manggah itu semula dianggap sebagai solusi penting bagi mobilitas masyarakat Samarinda. Namun, insiden longsor yang terjadi baru-baru ini menimbulkan pertanyaan terkait kesiapan dan kelayakan teknis proyek yang dikerjakan dengan anggaran besar tersebut.
Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur, Subandi, yang mendapat laporan terkait kejadian ini, langsung menyatakan keprihatinannya. Ia meminta Pemerintah Kota Samarinda dan seluruh pihak terkait untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keamanan dan kelayakan proyek tersebut demi menghindari risiko bencana susulan.
“Ya, dengan adanya longsor di dekat area mulut terowongan Samarinda, kita tentu sangat prihatin. Mudah-mudahan tidak ada dampak yang tidak diinginkan,” ujarnya saat dihubungi melalui telepon, Kamis (22/5/2025). Menurut Subandi, keselamatan pekerja dan masyarakat sekitar harus menjadi prioritas utama dalam setiap tahapan pelaksanaan proyek.
Subandi menegaskan bahwa tim teknis dan pelaksana proyek harus bekerja dengan lebih hati-hati dan teliti, terutama dalam mengantisipasi kemungkinan longsor lanjutan yang bisa membahayakan. Ia meminta agar kajian mendalam mengenai kondisi geografis, struktur tanah, serta faktor risiko longsor dilakukan secara saksama dan berkelanjutan.
“Saya berharap tim teknis yang sejak awal mengkaji proyek ini, termasuk para pekerja lapangan, benar-benar memperhatikan kondisi geografis dan struktur tanah di sekitar terowongan. Harus dikaji secara menyeluruh,” katanya.
Langkah antisipatif dianggap sangat penting sebelum bencana susulan benar-benar terjadi. Subandi mendorong tim pelaksana untuk segera mengidentifikasi titik-titik rawan longsor dan melakukan tindakan penguatan atau perlindungan teknis terhadap area tersebut.
“Tim perlu segera mengidentifikasi area mana saja yang rawan longsor, dan mengambil tindakan sebelum kejadian serupa terulang. Ini penting untuk menjaga keselamatan semua pihak yang terlibat,” tambahnya.
Sebagai proyek bernilai hampir Rp400 miliar, Subandi juga menekankan agar tidak ada kompromi terhadap aspek keselamatan. Pengawasan terhadap proses pembangunan harus ditingkatkan dan tidak boleh hanya mengandalkan laporan formal semata.
“Ini proyek besar, nilainya hampir Rp400 miliar. Maka jangan sampai ada kompromi terhadap aspek keselamatan. Pengawasan harus ditingkatkan, tidak bisa hanya mengandalkan laporan semata,” tegasnya.
Selain itu, Subandi menyarankan agar kajian geoteknik dan sistem drainase proyek ditinjau ulang. Curah hujan yang cukup tinggi dan karakteristik tanah di kawasan tersebut dianggap berpotensi menjadi pemicu longsor jika tidak diperhitungkan dengan tepat.
“Salah satu yang perlu dicek ulang adalah kajian geoteknik apakah stabilitas tanah sudah diperhitungkan dengan baik, termasuk sistem drainase-nya. Karena air yang terperangkap di dalam tanah bisa memicu longsor, terutama saat musim hujan seperti sekarang,” jelasnya.
Meski begitu, Subandi tetap memberikan dukungan terhadap kelanjutan proyek tersebut, asalkan dilakukan dengan perbaikan yang komprehensif dan transparan.
“Saya tidak menolak proyeknya. Justru kita mendukung karena ini untuk kepentingan publik. Tapi harus dengan pengawasan ekstra dan keseriusan dari semua pihak. Jangan sampai pembangunan malah menimbulkan bencana baru,” pungkasnya. (Adv/**)