Kuasa Hukum RSHD Layangkan Aduan ke BK DPRD Kaltim Terkait Insiden Pengusiran saat RDP

Loading

Faktanusa.com, Samarinda, – Ketegangan antara lembaga legislatif dan profesi hukum mencuat di Samarinda, Kalimantan Timur. Insiden pengusiran tim kuasa hukum Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) dari ruang Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPRD Kaltim pada 29 April 2025 lalu kini berkembang menjadi polemik hukum dan etik yang menyita perhatian publik, khususnya kalangan advokat.

Berawal dari agenda RDP yang membahas tunggakan gaji para pegawai RSHD, tiga kuasa hukum rumah sakit tersebut hadir mendampingi pihak manajemen. Namun kehadiran mereka justru ditolak oleh dua anggota Komisi IV DPRD Kaltim, yakni Wakil Ketua Komisi IV, Andi Satya Adi Saputra, dan Sekretaris Komisi IV, Darlis Pattalongi. Dalam forum resmi tersebut, ketiganya diduga diusir secara tidak pantas, sehingga RDP sempat berjalan dalam ketegangan.

Merasa dilecehkan secara profesi, Tim Advokasi Bubuhan Advokat Kaltim pun mengambil langkah serius. Mereka melayangkan surat pengaduan resmi ke Badan Kehormatan (BK) DPRD Kaltim, menuding kedua legislator tersebut telah melakukan tindakan tidak etis dan melanggar etika lembaga serta hukum yang mengatur profesi advokat.

Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima aduan tersebut. Meski awalnya terdapat kekeliruan prosedur dalam pengajuan surat—yang langsung ditujukan ke BK, bukan melalui pimpinan DPRD—tim kuasa hukum dengan cepat melakukan koreksi.

“Secara resmi tim lawyer dari Rumah Sakit Haji Darjad sudah melayangkan surat pengaduan. Tapi memang, tata beracara BK mengharuskan surat ditujukan terlebih dahulu kepada pimpinan DPRD. Setelah kami jelaskan, mereka langsung memperbaiki dan melengkapi administrasi,” terang Subandi, Kamis (22/5/2025), saat ditemui di Gedung E DPRD Kaltim.

Surat pengaduan yang telah dilengkapi identitas pelapor dan dokumen pendukung akhirnya masuk ke meja pimpinan DPRD Kaltim. BK kini tengah menunggu disposisi dari pimpinan untuk bisa memulai proses pemeriksaan.

“Begitu surat resmi masuk ke BK melalui disposisi pimpinan, kami akan segera melakukan verifikasi laporan. Proses awal tentu dengan memanggil pelapor untuk dimintai keterangan, sebelum dilanjutkan ke pihak terlapor,” tegas Subandi.

Insiden ini tak hanya menjadi persoalan internal legislatif, tapi juga menyangkut prinsip hukum yang lebih luas. Tim Advokasi Bubuhan Advokat Kaltim mengecam keras tindakan pengusiran tersebut yang dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Dalam undang-undang tersebut ditegaskan bahwa advokat adalah penegak hukum yang memiliki kedudukan setara dengan aparat penegak hukum lainnya, termasuk dalam forum resmi seperti RDP. Pengusiran terhadap kuasa hukum, apalagi tanpa alasan hukum yang jelas, dipandang sebagai bentuk pelecehan profesi dan pembangkangan terhadap sistem hukum yang berlaku.

Banyak advokat di Kalimantan Timur menyuarakan keprihatinan atas peristiwa ini. Bagi mereka, tindakan tersebut bukan hanya menyinggung martabat individu, tapi juga mencederai prinsip-prinsip keterbukaan dan perlindungan hukum dalam forum-forum resmi negara.

Subandi memastikan bahwa BK DPRD Kaltim akan menangani laporan ini secara netral dan profesional. Pihaknya berkomitmen menegakkan kode etik anggota dewan serta menjaga marwah lembaga DPRD.

“BK tidak berpihak. Kami bekerja berdasarkan tata tertib dan peraturan. Kasus ini menyangkut kehormatan lembaga dan juga martabat profesi. Jadi akan kami tangani dengan serius,” ujarnya.

Ia juga mengimbau semua pihak untuk bersabar dan memberikan ruang kepada BK dalam menuntaskan proses penanganan secara objektif dan transparan.

Publik kini menanti kelanjutan proses ini. Apakah BK DPRD Kaltim akan menemukan adanya pelanggaran etika oleh anggota dewan? Ataukah insiden tersebut akan dianggap sebagai kesalahpahaman dalam forum yang penuh tekanan.

Yang jelas, kasus ini telah membuka diskusi penting soal posisi advokat dalam ruang-ruang demokratis seperti DPRD. Sebuah pengingat bahwa lembaga negara harus senantiasa menjunjung tinggi profesionalisme, hukum, dan etika dalam setiap forum resmi.

Bagi para advokat, ini bukan sekadar pembelaan terhadap rekan sejawat. Tapi juga pembelaan terhadap prinsip dasar negara hukum: bahwa siapa pun, termasuk pengacara, berhak menjalankan tugasnya dalam kerangka hukum yang adil dan setara. (Adv/**)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top