Faktanusa.com, Sidoarjo – Kabupaten Sidoarjo, yang selama ini dikenal sebagai salah satu penopang utama perekonomian Jawa Timur, kini tengah dirundung prahara politik. Hubungan yang kian renggang antara Bupati dan Wakil Bupati tak lagi sekadar isu internal, tetapi menjadi tontonan publik. Alih-alih bersinergi membangun daerah, keduanya justru saling sindir di ruang terbuka, bahkan kerap melontarkan pernyataan panas melalui media sosial.

Kondisi tersebut memunculkan keresahan di tengah masyarakat. Pembangunan yang seharusnya menjadi prioritas justru terhambat, sementara roda pemerintahan terkesan berjalan pincang akibat tarik-menarik kepentingan di tubuh pimpinan daerah.

Tokoh pemuda asal Krian, Arri Pratama, S.E., mengibaratkan situasi ini seperti kepala yang terbelah dua, membuat ekornya kebingungan mengikuti arah.

“Sapu lidi akan kuat jika diikat. Namun, jika ikatannya putus, lidi-lidi itu akan tercerai-berai. Begitulah kondisi Sidoarjo hari ini. Bupati dan Wakil Bupati seharusnya menjadi tali pengikat, tetapi ikatan itu justru terputus. Kami sebagai masyarakat hanya bisa bingung, kecewa, dan merasa ditinggalkan,” ujarnya.

Analogi tersebut menggambarkan rapuhnya soliditas di tingkat pimpinan. Padahal, stabilitas politik sangat dibutuhkan sebagai fondasi kebijakan pembangunan. Perseteruan yang merembet hingga birokrasi bawahannya membuat proses pengambilan keputusan tersendat dan tidak efektif.

Dampaknya terasa nyata pada program pembangunan, khususnya di wilayah barat Sidoarjo seperti Krian, Tarik, Balongbendo, dan Prambon. Infrastruktur di kawasan tersebut dinilai berjalan lamban. Warga pun merasa dianaktirikan dibandingkan wilayah perkotaan yang lebih dekat dengan pusat pemerintahan.

Minimnya perhatian terhadap jalan lingkungan, fasilitas pendidikan, layanan kesehatan, hingga pusat kegiatan ekonomi memperbesar keresahan masyarakat, terlebih ketika elite politik justru sibuk berkonflik di ruang publik.

Tokoh pemuda asal Krian, Arri Pratama, S.E.,

Di tengah situasi ini, wacana pemekaran Sidoarjo Barat kembali mengemuka. Arri Pratama menilai pembentukan kabupaten baru dapat menjadi jalan keluar agar pembangunan lebih fokus dan merata.

“Daripada terus terjebak dalam konflik tak berkesudahan, lebih baik Sidoarjo Barat berdiri sendiri. Dengan adanya kabupaten baru, masyarakat bisa merasakan percepatan pembangunan yang nyata tanpa harus menunggu kebijakan dari pusat kabupaten yang terjebak konflik,” tegasnya.

Menurutnya, pemekaran bukan sekadar ambisi politik, tetapi sebuah kebutuhan. Dengan luas wilayah yang besar serta jumlah penduduk yang terus bertambah, pemekaran dapat menjadi solusi agar pelayanan publik lebih dekat dan responsif terhadap warga.

Sejumlah daerah di Indonesia pernah menempuh jalan serupa. Kabupaten Mojokerto misalnya, melahirkan Kota Mojokerto. Di Jawa Barat, Ciamis melahirkan Kabupaten Pangandaran, sementara di Kalimantan Tengah, Seruyan lahir dari pemekaran Kotawaringin Timur. Meski tidak semua berjalan mulus, prinsip dasarnya tetap sama: mempercepat pemerataan pembangunan dan menghadirkan pemerintah yang lebih dekat dengan rakyat.

Potensi ekonomi di wilayah barat Sidoarjo—mulai dari industri, perdagangan, hingga pertanian—dinilai cukup besar untuk menopang kabupaten baru. Harapannya, pemekaran dapat mempercepat pembangunan yang selama ini terhambat.

Di sisi lain, kebingungan masyarakat makin nyata ketika konflik antara Bupati dan Wakil Bupati dipertontonkan di media sosial. Bagi warga, kondisi tersebut bukan sekadar drama politik, melainkan ancaman nyata bagi keberlangsungan pembangunan.

“Bupati dan Wakil Bupati seharusnya jadi teladan. Jika mereka saja tak bisa akur, bagaimana dengan kami rakyat kecil? Kami butuh pemimpin yang bisa duduk bersama, bukan saling serang di depan umum,” keluh Arri.

Sebagai representasi suara pemuda, Arri tak segan melontarkan kritik pedas. Ia menilai ketidakmampuan pemimpin menjaga kekompakan justru membuat rakyat menjadi korban.

“Ini bukan sekadar masalah pribadi antara Bupati dan Wakil Bupati. Ini soal nasib jutaan warga Sidoarjo. Kalau konflik ini terus berlanjut, jangan salahkan jika masyarakat mulai kehilangan kepercayaan,” tandasnya.

ni, masyarakat menunggu langkah nyata: apakah Bupati dan Wakil Bupati mampu meredakan ketegangan demi kepentingan rakyat, atau justru membiarkan konflik berlarut hingga memicu lahirnya kabupaten baru?

Bagi warga Sidoarjo Barat, wacana pemekaran kian relevan. Tidak hanya sebagai bentuk protes terhadap konflik elite, tetapi juga sebagai jalan menuju pemerintahan yang lebih efektif, dekat, dan berpihak pada rakyat. (**)

Penulis : Redho

Editor : Shinta Setyana

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *