Faktanusa.com, Bontang – Dalam upaya membangun daerah secara inklusif dan berkelanjutan, peran legislatif menjadi salah satu pilar penting yang tak bisa diabaikan. Komitmen tersebut tampak nyata dalam partisipasi aktif sejumlah anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur dari Daerah Pemilihan (Dapil) VI dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) RPJMD Kota Bontang Tahun 2025–2029 yang digelar pada Selasa, 19 Mei 2025.
Para legislator yang hadir, di antaranya Agus Aras, Agusriansyah Ridwan, Husin Djufrie, Arfan, Apansyah, dan Syarifatul Sya’diah, menunjukkan kepedulian yang tinggi terhadap arah pembangunan Kota Bontang. Bagi mereka, pembangunan bukan hanya soal membangun infrastruktur fisik, melainkan juga menciptakan ekosistem pembangunan yang adil, berkelanjutan, dan berdampak nyata bagi masyarakat.
Kehadiran para legislator dalam forum strategis tersebut menjadi simbol pentingnya sinergi antara lembaga eksekutif dan legislatif dalam menyusun arah pembangunan jangka menengah. Mereka tak hanya hadir sebagai tamu kehormatan, tetapi juga sebagai penyambung aspirasi warga dari Dapil VI yang meliputi Bontang, Kutai Timur, dan Berau.
Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Agusriansyah Ridwan, dalam pernyataannya menyoroti sejumlah isu krusial yang masih menjadi pekerjaan rumah Pemerintah Kota Bontang. Menurutnya, masalah banjir yang berulang, keterbatasan air bersih, serta kualitas SDM yang belum optimal adalah tantangan nyata yang perlu ditangani dengan pendekatan lintas sektor.
“Seperti yang disampaikan oleh Bappeda Kaltim, pembangunan infrastruktur akan menjadi prioritas provinsi ke depan. Tapi ini bukan sekadar pembangunan fisik. Infrastruktur juga harus menjawab kebutuhan dasar masyarakat, seperti mengurangi risiko banjir dan meningkatkan konektivitas layanan publik,” ujarnya.
Agusriansyah menekankan bahwa pembangunan yang efektif memerlukan sinkronisasi kebijakan antara kota dan provinsi. Tanpa koordinasi, program bisa tumpang tindih, tidak efisien, dan minim dampak.
Forum Musrenbang selama ini kerap dipandang sebagai rutinitas birokrasi. Namun, bagi para legislator yang hadir, Musrenbang memiliki arti strategis. Ini adalah ruang formal untuk menyampaikan secara langsung kebutuhan masyarakat ke dalam kerangka perencanaan pembangunan lima tahunan.
Syarifatul Sya’diah, salah satu legislator perempuan yang konsisten menyuarakan isu pendidikan dan pemberdayaan perempuan, menyebut Musrenbang sebagai momentum penting bagi rakyat untuk didengar suaranya secara sistemik.
“Dengan duduk bersama di forum ini, kami bisa memastikan bahwa kebutuhan warga—terutama kelompok rentan—diakomodasi dalam dokumen RPJMD. Kita ingin pembangunan yang benar-benar inklusif, bukan hanya dari atas ke bawah,” ujarnya.
Sebagai kota industri di pesisir timur Kalimantan, Bontang memiliki tantangan dan peluang yang khas. Sektor industri yang dominan memberikan kontribusi ekonomi yang besar, tetapi juga memunculkan tantangan ekologis dan sosial. Dalam konteks inilah pembangunan berkelanjutan harus didefinisikan ulang—bukan hanya soal menambah infrastruktur, tapi juga memperkuat ketahanan sosial, lingkungan, dan kualitas hidup.
“Bontang perlu membangun sistem sosial yang tangguh dan masyarakat yang adaptif. Pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi lokal—semua itu bagian dari pembangunan,” tambah Apansyah dalam diskusi terpisah.
Musrenbang RPJMD 2025–2029 menjadi titik tolak untuk menetapkan prioritas dan visi jangka menengah pembangunan Kota Bontang. Dengan keterlibatan aktif DPRD Kaltim dan sinergi lintas pemerintahan, dokumen RPJMD ke depan diharapkan tidak sekadar menjadi rencana di atas kertas, tetapi benar-benar menjadi panduan aksi yang konkret.
Pembangunan yang ideal bagi Kota Bontang adalah pembangunan yang adil, inklusif, berwawasan lingkungan, dan berfokus pada peningkatan kualitas hidup warga. Dengan kolaborasi yang kuat antara eksekutif, legislatif, serta masyarakat, cita-cita tersebut bukan mustahil untuk diwujudkan. (Adv/**)