Faktanusa.com, Sangatta – Tahap evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menjadi momentum penting dalam penyempurnaan sistem penganggaran daerah. Salah satu aspek yang menjadi sorotan utama adalah ketidaksesuaian dalam perhitungan iuran jaminan kesehatan pegawai yang bersumber dari alokasi BPJS Kesehatan.

Ketua DPRD Kutai Timur, Jimmi, dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menjelaskan bahwa evaluasi tersebut tidak hanya menyentuh satu atau dua perangkat daerah, melainkan hampir seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kutim.

“Oh… itu tiga contoh, tapi hampir semua OPD sih. Pertama soal gaji-gaji pegawai, penyusunan BPJS tadi ada ketidaksesuaian,” jelas Jimmi saat dikonfirmasi. Senin (24/11/2025)

Menurutnya, evaluasi ini merupakan prosedur penting untuk memastikan setiap komponen anggaran telah disusun sesuai dengan norma, standar, dan regulasi yang berlaku. Peninjauan menyeluruh diperlukan untuk menjaga konsistensi dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah, khususnya terkait hak-hak pegawai.

Perhitungan Jadi SorotanLebih jauh, Jimmi memaparkan bahwa titik persoalan yang paling mendapat perhatian pemerintah provinsi terletak pada metode perhitungan iuran BPJS Kesehatan. Pemerintah daerah selama ini menggunakan dasar perhitungan sesuai regulasi keuangan daerah, antara lain besaran iuran 4 persen untuk jaminan kesehatan yang dianggarkan dalam komponen gaji dan tunjangan.

Namun, hasil evaluasi menemukan adanya ketidaksamaan dengan mekanisme perhitungan resmi BPJS Kesehatan. Disparitas tersebut menyebabkan adanya nilai yang tidak sepenuhnya akurat antara iuran yang dialokasikan dalam APBD dan iuran yang seharusnya dibayarkan berdasarkan ketentuan BPJS.

“Menurut pemerintah provinsi, kalau dikalikan secara keseluruhan dengan regulasi keuangan misalnya 4 persen untuk tunjangan BPJS, ternyata perhitungan BPJS juga berbeda. Jadi BPJS itu ada yang lebih dari 4 persen, ada yang kurang dari 4 persen,” urainya.

Ketidaksamaan metode perhitungan ini dinilai cukup signifikan sehingga harus segera diperbaiki. Pemerintah provinsi mendorong Pemkab Kutim untuk melakukan standardisasi agar angka dalam dokumen anggaran benar-benar mencerminkan kebutuhan pembayaran iuran sesuai mekanisme BPJS.

Jimmi menegaskan bahwa selisih atau perbedaan dalam perhitungan inilah yang kini menjadi fokus perbaikan utama dalam proses evaluasi yang sedang berjalan.

“Nah, ini yang diperbaiki di sisi maknanya saja,” pungkasnya.

Ia menambahkan, penyesuaian tersebut bukan hanya soal ketepatan angka, tetapi lebih kepada pelurusan pemahaman dan penerapan teknis agar tidak terjadi kesalahan dalam pengalokasian anggaran jaminan kesehatan pada tahun berjalan maupun tahun anggaran berikutnya.

Proses penyelarasan ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penganggaran sekaligus memastikan terpenuhinya hak-hak pegawai daerah. Dengan perhitungan yang lebih akurat, pemerintah daerah dapat menghindari potensi kekurangan atau kelebihan pembayaran iuran BPJS yang berimplikasi pada efektivitas penggunaan anggaran.

Selain itu, pembenahan ini juga berpengaruh langsung pada keberlangsungan perlindungan kesehatan aparatur sipil negara (ASN). Ketepatan alokasi iuran akan menjamin pelayanan jaminan kesehatan berjalan lancar tanpa kendala administratif, sehingga pegawai dapat bekerja secara optimal dalam melayani masyarakat.

Evaluasi APBD yang berlangsung saat ini disebut sebagai bagian dari proses penyempurnaan berkelanjutan dalam tata kelola keuangan daerah. Dengan meningkatnya ketelitian pada aspek-aspek teknis seperti perhitungan BPJS, diharapkan Pemkab Kutim dapat memperkuat integritas sistem anggarannya sekaligus memastikan transparansi dan akuntabilitas kepada publik. (ADV)

Loading