Faktanusa.com, SIDOARJO -Gara-gara “Mangku Purel”, gara-gara bermain cinta dengan sang biduan yang menurut sang KOPDA cantik jelita, hingga rela meninggalkan anak istri, meninggalkan orang tua, meninggalkan dinas. Inilah salah satu potret buram kelakuan oknum TNI Matra Darat berpangkat Kopda (Kopral Dua).

Kami sudah hampir puluhan kali mendatangi rumahnya, rumah istrinya, rumah orang tuanya, dan jawaban mereka sama, silahkan Bu dicari sendiri, Eko tidak pernah pulang,” urai Bu Ulfa, wanita berusia 63 thn, yang merasa ditipu oleh Kopda EKO.

Pengamat hukum dari Surabaya, Didi Sungkono, yang juga sebagai Direktur Lembaga Bantuan Hukum Rastra Justitia, saat diminta tanggapan oleh awak media mengatakan, “Jelas diatur dalam Undang Undang No 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional, salah satunya adalah melindungi segenap bangsa dan negara. Bagaimana itu bisa melindungi bangsa dan negara jika kelakuan Oknum TNI Matra Darat seperti itu. Rakyat dibodohi, dibohongi, ditipu dengan cara-cara yang licik dan tidak bermoral. Ini sangat tidak pantas dengan cerminan SAPTA MARGA, sumpah prajurit serta delapan wajib TNI,” urainya.

Lebih lanjut Didi menambahkan, “Apalagi Oknum tersebut beberapa bulan lalu juga baru keluar dari RTM (Rumah Tahanan Militer) dengan kasus yang tidak jauh beda, dan juga dengan pangkat yang sama (KOPDA : Kopral Dua). Tentunya memang ini kelakuan dari orok. Atasan yang berhak menghukum harus memberikan sanksi tegas dan keras sebagaimana diatur dalam hukum militer,” ungkapnya

Perlu masyarakat ketahui, nama Kopda Eko Puji Santoso, oknum prajurit TNI AD yang tercatat berdinas di Kodim 0816 Kabupaten Sidoarjo, kini menjelma menjadi contoh nyata pembusukan disiplin militer setelah dilaporkan ke Polisi Militer Angkatan Darat (Subdenpom V/4-1) atas dugaan penipuan dan penggelapan uang rakyat sebesar Rp155 juta dan 15 juta. Alih-alih bertanggung jawab secara “Ksatria”, kini justru menghilang, mangkir, dan menantang hukum militer secara terbuka.

Alih-alih hadir memenuhi panggilan resmi Denpom, Kopda Eko tidak hadir tanpa izin, tidak berdinas, dan tidak memberikan keterangan sah. Sikap ini bukan lagi kelalaian, melainkan pembangkangan terang-terangan terhadap hukum, atasan, dan institusi TNI itu sendiri. Ini bukan oknum nakal, ini prajurit membangkang.

Konfirmasi dari Pasi Intel Kodim 0816 Sidoarjo menyebutkan bahwa satuan telah melakukan pencarian dan melaporkan ke satuan atas. Namun hingga berita ini diturunkan, yang bersangkutan tetap tidak menunjukkan wajah, tanggung jawab, maupun kehormatan sebagai prajurit.

Perlu dicatat dengan huruf tebal dan garis bawah, ‘Tidak Hadir Tanpa Izin (THTI) adalah TINDAK PIDANA MILITER MURNI’.

Berdasarkan KUHPM Pasal 87, prajurit yang absen:

Lebih dari 3 hari → pidana penjara

Lebih dari 30 hari → DESERSI

Jika Kopda Eko terus mangkir, maka ia secara sadar sedang menggiring dirinya sendiri ke jurang kejahatan militer paling serius. Ini bukan spekulasi, ini konsekuensi hukum.

Penipuan terhadap warga sipil adalah kejahatan moral dan hukum yang secara frontal melanggar UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Seorang prajurit yang menggunakan statusnya untuk memperdaya rakyat tidak sedang menyimpang, maka ia sedang mengkhianati sumpahnya sendiri.

Lebih memalukan lagi, tindakan ini mengubur hidup-hidup 8 Wajib TNI yang mewajibkan prajurit menjadi teladan, menjaga kehormatan, tidak menyakiti rakyat. Apa yang terjadi justru sebaliknya: rakyat dirugikan, hukum dihindari, dan institusi dipermalukan.

Di saat Denpom memanggil dan satuan mencari, informasi dari masyarakat menyebut Kopda Eko kerap terlihat mengawal seorang wanita berprofesi sebagai biduan. Jika informasi ini benar, maka publik patut bertanya dengan nada keras, “Apakah seragam TNI kini boleh dipakai untuk kabur dari hukum lalu dipertontonkan di dunia hiburan?”Ini bukan lagi soal etika. Ini penghinaan terhadap disiplin militer dan tamparan terhadap ribuan prajurit TNI yang masih menjaga kehormatan dengan keringat dan darah.

Kasus Kopda Eko Puji Santoso kini berubah menjadi ujian integritas institusi TNI AD. Publik menunggu dengan mata terbuka dan meminta Ankum bertindak tegas.

Tidak ada tempat di tubuh TNI bagi prajurit yang menipu rakyat, lari dari hukum, dan mempermainkan disiplin. Jika dibiarkan, yang rusak bukan hanya satu orang, melainkan kehormatan institusi.

Penulis: Redho Fitriyadi

Loading