Faktanusa.com, Samarinda – Polemik antara Yayasan Melati dengan Kampus A SMA Negeri 10 Samarinda di Jalan HM Rifaddin akhirnya menunjukkan titik terang. Hal ini telah dibahas oleh Komisi IV DPRD Kalimantan Timur dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) secara intensif bersama jajaran Pemerintah Provinsi Kaltim, di ruang rapat gedung E DPRD Kaltim, Senin (19/5/2025).
Rapat tersebut dipimpin oleh ketua DPRD Prov. Kaltim Hasanuddin Mas’ud. Ia menyatakan bahwa secara hukum, aset lahan dan bangunan SMA 10 adalah milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
“Legal standing-nya sudah jelas. Ini bukan lagi soal teknis, ini soal hukum,” kata Hasanuddin.
“Dalam putusan Kasasi (Nomor 64 K/TUN/2016) maupun PK (Nomor 72 PK/TUN/2017), secara tegas menolak permohonan Yayasan Melati,” lanjutnya.

Pernyataan tersebut mengacu pada serangkaian putusan hukum, mulai dari pemutusan hubungan kerja sama antara Dinas Pendidikan Kaltim dan Yayasan Melati pada 2010, hingga kemenangan Pemerintah Provinsi dalam perkara di Mahkamah Agung (MA).
Hasanuddin Mas’ud, menekankan pelaksanaan putusan hukum tersebut tak bisa lagi ditunda, Pemerintah Provinsi dan Yayasan Melati bisa pengelola sekolah selama transisi untuk segera menindaklanjuti dan mematuhi ketentuan hukum yang ada.
“Jadi tidak ada ruang lagi untuk penafsiran lain. Pemprov bersama Yayasan Melati wajib menjalankan amar putusan Mahkamah Agung,” ujar Hasanuddin.
Hasanuddun menambahkan bahwa pembangunan sekolah itu dikerjakan dengan menggunakan dana APBD Kaltim, kurang lebih Rp13 miliar, sehingga tidak bisa diklaim secara sepihak.
“Maka, sudah seharusnya jadi aset Pemprov. Semua tertuang dalam buku kuning, ” ujar Hasanuddin.
“Agar Yayasan Melati segera mengosongkan yang selama ini masih mereka tempati., Putusan Mahkamah Agung pada 9 Februari 2023 sudah jelas menolak kasasi dari Dinas Pendidikan. Ini artinya, pemindahan itu cacat hukum,” ujarnya.
Kembali Ketua DPRD Kaltim ini menegaskan bahwa pemerintah harus segera mengeksekusi keputusan hukum tersebut. Seandainya mereka merasa memiliki bukti sah, silakan menggugatnya Kembali.
“Sampai saat ini, keputusan yang berlaku menyatakan lahan itu milik pemerintah. Maka harus diamankan,” tegasnya.
Bisa disangkakan dengan delik pidana pengrusakan barang milik orang lain, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 406 KUHP.
“Tinggal menunggu keberanian pemerintah untuk mengeksekusi putusan dan memastikan dunia pendidikan tidak lagi dibayangi sengketa berkepanjangan. Kita ini negara hukum. Kalau sudah ada keputusan inkrah, harus dijalankan,” pungkasnya. (Adv/**)