Faktanusa.com, Sangatta – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) melalui Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) terus memperkuat upaya penanggulangan stunting, termasuk pada anak yang terindikasi HIV/AIDS. Dalam rangka menekan angka stunting yang masih menjadi masalah kesehatan jangka panjang, DPPKB melibatkan para pakar kesehatan untuk memberikan edukasi dan pemahaman terkait risiko gizi buruk dan tumbuh kembang anak dengan kondisi imunitas lemah.

Kepala DPPKB Kutim Achmad Junaidi menjelaskan bahwa anak yang terinfeksi HIV/AIDS memiliki risiko lebih tinggi mengalami stunting dibandingkan anak pada umumnya. Kondisi tersebut disebabkan oleh gangguan kekebalan tubuh yang berdampak pada kemampuan penyerapan nutrisi dan proses pertumbuhan.

“Karena anak-anak dengan HIV/AIDS lebih berisiko stunting dibandingkan yang lain. Penyakit ini melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga rentan terhadap gangguan tumbuh kembang,” jelas Junaidi. Selasa (25/11/2025)

Sebagai langkah edukasi, DPPKB Kutim menggelar seminar dan sosialisasi pencegahan stunting dengan menghadirkan tim pakar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kutai Timur serta Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kutim. Melalui kegiatan ini, masyarakat diberikan pemahaman tentang pentingnya deteksi dini, perawatan terpadu, dan dukungan keluarga bagi anak dengan HIV/AIDS.

Selain seminar tatap muka, DPPKB juga memanfaatkan platform digital melalui Podcast Bangga Kencana, yang menjadi ruang diskusi bagi para tenaga ahli untuk menjelaskan hubungan antara HIV/AIDS dan risiko stunting.

“Kami hanya melakukan pencegahan melalui program-program yang sudah kami jalankan. Salah satunya dengan memfasilitasi para pakar kesehatan agar masyarakat memahami risiko dan langkah penanganannya,” sambungnya.

Junaidi berharap masyarakat, khususnya yang terindikasi memiliki riwayat HIV/AIDS, segera melaporkan diri ke fasilitas kesehatan agar penanganan terhadap anak dapat dilakukan sedini mungkin.

“Kalau masyarakat melapor lebih cepat, maka penanganan juga bisa dilakukan lebih cepat. Ini bukan soal malu atau takut, ini tentang menyelamatkan anak-anak kita dari risiko stunting,” tegasnya.

Sementara itu, Tim Pakar IDI Kutim, dr. Meitha Togas, menegaskan bahwa HIV/AIDS memiliki dampak signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk risiko stunting pada masa pertumbuhan emas.

Menurut Meitha, HIV/AIDS dan stunting merupakan dua persoalan kesehatan yang saling berkaitan dan dapat menjadi lingkaran masalah yang sulit diputus.

“HIV/AIDS sangat memengaruhi kekebalan tubuh. Jadi anak yang terindikasi HIV/AIDS memiliki risiko tinggi stunting,” jelasnya.

Untuk mencegah dampak buruk tersebut, anak dengan HIV/AIDS harus mendapatkan penanganan kesehatan terpadu dan berkelanjutan. Penanganan tersebut mencakup terapi Antiretroviral (ART), manajemen gizi, serta pendeteksian dini untuk memastikan kondisi kesehatan anak dapat dipantau dengan baik.

“Yang paling penting, orang tuanya harus melaporkan diri terlebih dahulu ke tenaga kesehatan. Supaya bisa diketahui apakah anak terinfeksi atau tidak. Dibutuhkan kesadaran dan keberanian masyarakat,” tambahnya.

Meitha menekankan bahwa keberhasilan penanganan kasus HIV/AIDS pada anak sangat bergantung pada keterbukaan dan dukungan keluarga serta lingkungan. Semakin cepat intervensi dilakukan, semakin besar peluang anak untuk tumbuh sehat dan terhindar dari stunting.

Program edukasi dan penanganan terpadu ini diharapkan menjadi langkah strategis pemerintah daerah untuk menciptakan generasi penerus yang sehat dan berkualitas, sekaligus menekan kasus gizi buruk dan stunting di Kutai Timur. (Adv/Shin/**)

Loading