Faktanusa.com, Sangatta — Dalam upaya mewujudkan pengelolaan sampah yang lebih modern dan berkelanjutan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) mulai menerapkan sistem control landfill di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Batota. Langkah ini merupakan bagian dari komitmen daerah untuk menghentikan praktik open dumping yang selama ini menjadi sumber pencemaran lingkungan.

Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) DLH Kutim, Dewi, menjelaskan bahwa sistem control landfill mengubah pola pengelolaan sampah dari sistem terbuka menjadi lebih tertutup dan terkontrol. Dengan metode ini, sampah yang telah ditimbun akan ditutup lapisan tanah secara bertahap guna mengurangi bau, risiko kebakaran, dan pencemaran air tanah.

“Kita tidak langsung menutup semua area TPA karena masih diperlukan ruang untuk pembuangan sampah baru. Namun sistemnya kini lebih tertata dan terkelola,” jelas Dewi, Selasa (11/11/2025).

Saat ini, TPA Batota menampung sekitar 110 ton sampah per hari, di mana sekitar 19 ton di antaranya dikelola di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Pasar Induk Sangatta, sementara sisanya ditangani melalui sistem control landfill.

Meski demikian, Dewi mengakui masih terdapat sejumlah tantangan dalam penerapan sistem baru ini. Salah satunya adalah keterbatasan fasilitas pemilahan sampah berskala besar. Untuk mengatasinya, DLH Kutim telah menerbitkan Instruksi Bupati tentang pengolahan dan pengurangan sampah dari sumbernya serta mulai melakukan sosialisasi ke masyarakat.

“Kami sudah membuat instruksi bupati tentang pemilahan dan pengurangan sampah dari sumber. Saat ini masih dalam tahap sosialisasi agar masyarakat terbiasa memilah sampah sejak dari rumah,” ujarnya.

Sebagai langkah awal, DLH Kutim telah menetapkan 20 RT percontohan di Sangatta Utara dan Sangatta Selatan sebagai wilayah uji coba pengelolaan sampah mandiri. Namun, Dewi menilai bahwa perubahan perilaku masyarakat dalam hal pengelolaan sampah memerlukan waktu, pendampingan, dan dukungan sarana memadai.

Kendala lainnya adalah terbatasnya alat berat. Saat ini DLH Kutim hanya memiliki dua unit ekskavator untuk mengelola ratusan ton sampah setiap hari. Padahal, untuk menjalankan sistem sanitary landfill idealnya diperlukan alat penimbun tanah seperti doser dan dump truck.

“Karena kalau sanitary landfill itu harus ditimbun setiap hari. Sementara dump truck dan doser kami belum ada. Pengadaan sarana dan prasarana ini sudah kami usulkan untuk anggaran 2026,” terang Dewi.

Penerapan sistem control landfill ini diharapkan menjadi fondasi awal menuju pengelolaan sampah yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan di Kutai Timur. DLH optimistis, dengan dukungan kebijakan, teknologi, dan kesadaran masyarakat, Kutim dapat mewujudkan lingkungan yang bersih, sehat, dan bebas dari pencemaran. (Adv/Shin/**)

Loading