Faktanusa.com, Sangatta – Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) terus memperkuat upaya penanganan terhadap anak jalanan (Anjal), gelandangan, dan pengamen (gepeng) melalui pembinaan terpadu di Rumah Perlindungan Sosial (RPS). Program ini bertujuan memulihkan kondisi sosial serta meningkatkan kemandirian para penyandang masalah kesejahteraan sosial yang terjaring penertiban di wilayah Kutim.

Kepala Dinsos Kutim, Ernata Hadi Sujito, menjelaskan bahwa setiap Anjal maupun gepeng yang terjaring operasi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) langsung dibawa ke RPS sebagai tempat penampungan sementara sebelum diarahkan ke program pembinaan lanjutan.

“Berapapun hasil razia atau penertiban dari Satpol PP selalu kami tampung. Mereka ditempatkan di RPS untuk dilakukan pembinaan secara menyeluruh,” ujarnya di Sangatta, Rabu (26/11/2025).

Ernata menegaskan bahwa RPS telah dilengkapi fasilitas dasar penunjang kehidupan sehari-hari, seperti layanan kesehatan, konseling psikologis, tempat tinggal sementara, serta kebutuhan pangan dan sandang, sehingga penghuni bisa menjalani masa pemulihan secara layak.

Ernata menerangkan bahwa dalam pelaksanaan pembinaan, Dinsos Kutim menerapkan sistem pendekatan berbasis individu. Setiap penghuni RPS mendapatkan penanganan sesuai kondisi psikologis, usia, serta latar belakang sosial masing-masing.

“Pendekatan kita individual. Untuk usia produktif, terutama remaja, kami arahkan mengikuti pelatihan keterampilan sesuai minat dan potensi mereka. Tujuannya agar mereka bisa hidup mandiri dan tidak kembali ke jalanan,” jelasnya.

Program pelatihan keterampilan yang dijalankan mencakup berbagai bidang, antara lain menjahit, tata boga, pertukangan, budidaya, serta pelatihan wirausaha. Menurut Ernata, upaya tersebut menjadi bagian penting dalam memulihkan martabat dan kepercayaan diri para manusia jalanan.

“Kami tidak hanya menyediakan kebutuhan dasar mereka, tetapi juga berupaya mengembalikan martabat mereka melalui pembinaan berkelanjutan,” tambahnya.

Selain menangani anak dan remaja jalanan, Dinsos Kutim juga memberikan perhatian khusus terhadap lansia terlantar yang terjaring operasi penertiban. Mereka mendapatkan pendekatan berbeda karena faktor usia dan kondisi fisik yang rentan.

“Bagi kelompok lansia yang terjaring, penanganannya tentu berbeda. Jika tidak memiliki keluarga atau kondisi fisiknya tidak memungkinkan hidup mandiri, maka akan kami rujuk ke panti jompo,” terangnya.

Langkah tersebut bertujuan memastikan lansia mendapatkan perawatan secara layak, termasuk layanan kesehatan dan pendampingan rutin.

Ernata menegaskan bahwa keberadaan RPS bukan merupakan solusi permanen. Tempat tersebut hanya berfungsi sebagai wadah sementara untuk pemulihan sosial dan psikologis sebelum para penghuni dikembalikan ke keluarga, panti sosial, atau diarahkan ke pelatihan lanjutan.

“RPS ini sifatnya sementara. Masa tinggal di sana dibatasi selama satu minggu, sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan,” katanya.

Setelah masa pembinaan berakhir, Dinsos Kutim melakukan evaluasi dan penelusuran keluarga untuk memastikan keberlanjutan pendampingan serta mencegah pengulangan kasus.

Menurut Ernata, keberadaan manusia jalanan berkaitan erat dengan kemiskinan struktural dan berbagai persoalan sosial lainnya. Karena itu, penanganan tidak hanya fokus pada razia dan penertiban, namun melalui pendekatan pembinaan dan pemberdayaan ekonomi.

Ia berharap kolaborasi antarinstansi dan dukungan masyarakat dapat memperkuat upaya pencegahan.

“Kami ingin memastikan mereka tidak kembali ke lingkungan jalanan. Dengan dukungan semua pihak, upaya ini dapat memutus mata rantai persoalan sosial di Kutai Timur,” pungkasnya. (Adv/Shin/**).

Loading