
Faktanusa.com, Sangatta – Bupati Kutai Timur (Kutim), Ardiansyah Sulaiman, menyampaikan kekecewaannya terhadap kebijakan pascatambang yang dijalankan PT Kaltim Prima Coal (KPC). Ia menilai perusahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia itu belum memberikan kontribusi nyata dalam memanfaatkan lahan bekas tambang untuk menciptakan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat.
“Saya kecewa melihat lahan-lahan eks tambang KPC yang begitu luas, tetapi tidak memberi nilai ekonomi bagi masyarakat sekitar. Padahal kalau dikelola dengan benar, lahan itu bisa menjadi sumber penghidupan baru bagi warga,” tegas Ardiansyah saat ditemui di Sangatta. Minggu (16/11/2025)
Menurutnya, sebagai perusahaan besar yang sudah puluhan tahun beroperasi di Kutai Timur, KPC memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk memastikan wilayah operasi tambang tetap memiliki keberlanjutan ekonomi setelah penambangan berhenti. Ia menilai tidak seharusnya perusahaan hanya mengambil sumber daya alam tanpa meninggalkan manfaat jangka panjang.
“Jangan sampai KPC hanya menguras kekayaan alam Kutim, namun meninggalkan lubang dan masalah. Kita butuh kehidupan yang berkelanjutan, bukan sekadar janji,” tegasnya.
Ardiansyah mengungkapkan bahwa sebagian lahan bekas tambang KPC saat ini digunakan sebagai kebun sawit oleh pihak tertentu, namun pengelolaannya tidak memberikan dampak ekonomi signifikan bagi masyarakat sekitar. Padahal seharusnya lahan pascatambang bisa dimanfaatkan melalui pola kemitraan dan pemberdayaan warga.
“Kami menemukan banyak area bekas tambang justru ditanami sawit, tetapi hasil dan pengelolaannya tidak kembali ke masyarakat. Ini sangat disayangkan karena peluang ekonomi yang seharusnya dapat dinikmati warga malah hilang,” ungkapnya.

Ia menyebut bahwa pemerintah daerah sangat terbuka untuk bekerja sama dengan perusahaan dalam mengembangkan lahan pascatambang berbasis pemberdayaan masyarakat, seperti melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) ataupun Koperasi Desa Merah Putih.
“Kalau perusahaan mau bekerja sama, pemerintah dan masyarakat siap berdiskusi. Banyak desa punya kapasitas untuk mengelola ekonomi produktif, tinggal kemauan perusahaan membuka ruang itu,” jelasnya.
Ardiansyah menyampaikan bahwa tanpa adanya perencanaan pascatambang yang matang dan berkelanjutan, Kutai Timur berpotensi mengalami stagnasi ekonomi setelah aktivitas tambang selesai. Oleh karena itu, ia meminta KPC untuk segera menyiapkan terobosan nyata demi memastikan dampak sosial dan ekonomi pascaoperasi tambang.
“Tambang harus menyisakan kehidupan, bukan lubang. Karena itu konsep ESG (Environment, Social, Governance) harus diterapkan nyata di lapangan, bukan hanya slogan dalam dokumen,” tegasnya.
Bupati menegaskan bahwa Kutai Timur sedang bersiap menghadapi era pertumbuhan ekonomi hijau. Transformasi ekonomi ini membutuhkan dukungan perusahaan tambang sebagai pelaku industri besar yang selama ini sangat berkontribusi terhadap pendapatan daerah.
Ardiansyah menyampaikan bahwa perencanaan pascatambang tidak seharusnya dilakukan setelah kegiatan tambang selesai, melainkan harus disiapkan sejak perusahaan masih beroperasi aktif. Dengan demikian, program peralihan ekonomi dapat berlangsung secara bertahap dan terukur.
“Keberlanjutan pascatambang tidak boleh dimulai ketika tambang berhenti. Perencanaan harus disiapkan sejak aktivitas tambang masih berjalan, sehingga masyarakat tidak kehilangan arah ketika operasi berhenti,” ucapnya.
Ia berharap KPC menunjukkan komitmen lebih konkret melalui program berbasis pemberdayaan ekonomi lokal, seperti pengembangan pusat agrowisata, lahan pertanian produktif, peternakan, konservasi, ataupun sentra UMKM terpadu yang menyerap tenaga kerja.
“Jika dikelola dengan visi jangka panjang, lahan bekas tambang bisa menjadi potensi baru yang membuka lapangan kerja dan memberi harapan ekonomi baru bagi Kutai Timur.” (Adv/Shin/**)
![]()


