Faktanusa.com, Sangatta – Kabupaten Kutai Timur (Kutim) berhasil mencatat penurunan signifikan dalam angka prevalensi stunting berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2024 yang dirilis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Penurunan tersebut menunjukkan keberhasilan program intervensi yang telah dilakukan pemerintah daerah bersama berbagai organisasi dan pemangku kepentingan.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kutai Timur, Achmad Junaidi, mengungkapkan bahwa prevalensi stunting di Kutai Timur turun sebesar 8,4 persen, menempatkan daerah tersebut di peringkat ke-8 di Provinsi Kalimantan Timur, setelah sebelumnya berada di posisi ke-10.

“Penurunan sebesar 8,4 persen menempatkan Kutim di peringkat ke-8 di Provinsi Kalimantan Timur, sebelumnya menduduki peringkat ke-10,” ujar Junaidi, di Sangatta. Sabtu (22/11/2025)

Dalam pemaparan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) SSGI yang dirilis pada 27 Mei 2025, angka stunting Kutai Timur tercatat berada pada level 20,6 persen, turun signifikan dari tahun sebelumnya yang mencapai 29 persen. Penurunan tersebut menjadi salah satu progres terbesar yang dicapai pemerintah daerah dalam beberapa tahun terakhir.

Dengan capaian tersebut, Kutai Timur berhasil melampaui dua daerah yang sebelumnya berada di atasnya, yaitu Kabupaten Kutai Barat yang berada di angka 21,0 persen, dan Kabupaten Penajam Paser Utara pada 21,9 persen.

Junaidi menegaskan bahwa pencapaian ini bukan hasil kerja satu pihak, melainkan buah dari kolaborasi semua pemangku kepentingan.

“Ini hasil kolaborasi dan sinergi antar perangkat daerah, organisasi mitra, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya,” tegasnya.

Keberhasilan penurunan angka stunting juga tidak terlepas dari peran pembinaan, pelatihan, dan pendampingan melalui Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang diberikan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Intervensi SPIP memperkuat evaluasi dan tata kelola program percepatan penurunan stunting, sehingga setiap perangkat daerah mampu menjalankan strategi berbasis data dan target terukur.

“Penekanan angka tersebut tidak lepas dari pembinaan, pelatihan, dan pendampingan SPIP dari BPKP,” tutur Junaidi.

Tidak hanya pada penurunan prevalensi stunting balita, pencapaian Kutai Timur juga tercermin dalam penurunan keluarga berisiko stunting (KRS). Data Sistem Informasi Keluarga (SIGA) Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN yang dirilis Mei 2025 menunjukkan tren positif dan konsisten.

Pada semester II tahun 2023, jumlah KRS tercatat sebanyak 19.900 keluarga. Angka tersebut berhasil ditekan menjadi 15.576 KRS pada semester I tahun 2024, kemudian turun menjadi 12.362 KRS pada September 2024, dan terus turun menjadi 11.973 KRS pada semester II tahun 2024.

Penurunan tersebut mencerminkan bahwa program intervensi mulai dari edukasi gizi, peningkatan layanan kesehatan ibu dan anak, penguatan ketahanan pangan keluarga, hingga pendampingan desa telah berjalan efektif.

Junaidi menegaskan bahwa capaian yang diperoleh saat ini bukanlah titik akhir, melainkan langkah awal menuju percepatan pembangunan sumber daya manusia di Kutai Timur. Pemerintah daerah berkomitmen melanjutkan upaya kolaboratif untuk memastikan tren penurunan terus terjaga.

“Kita harus terus bersinergi mengawali Kutai Timur hebat menuju Indonesia Emas 2045. Kami akan tunjukkan kesuksesan lainnya dengan menciptakan tren yang positif,” pungkasnya.

Pemerintah Kabupaten Kutai Timur berharap semua elemen masyarakat, mulai dari perangkat desa, tenaga kesehatan, pendidikan, hingga organisasi kemasyarakatan, terus mendukung upaya penuntasan stunting melalui program intervensi gizi spesifik dan sensitif.

Dengan capaian tersebut, Kutai Timur semakin optimistis mampu mencapai target nasional prevalensi stunting di bawah 14 persen pada tahun 2026, sesuai dengan arah kebijakan pemerintah pusat. (Adv/Shin/**)

Loading