Kutai Timur – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur, Joni, turut berpartisipasi dalam kegiatan bimbingan teknis (bimtek) dan studi tiru budidaya kakao yang diselenggarakan di Bali pada 12-16 November 2024.
Kegiatan ini diikuti oleh kelompok tani dan pegawai Dinas Perkebunan Kutim, dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang pengelolaan budidaya kakao yang lebih efektif.
Joni menyatakan bahwa Kutim, yang selama ini dikenal sebagai daerah penghasil kelapa sawit, memiliki potensi besar untuk mengembangkan budidaya kakao. Kecamatan Karangan, salah satunya, telah menunjukkan potensi besar dalam budidaya kakao dengan harga jual kakao kering mencapai Rp 100 ribu per kilogram, seperti yang disampaikan oleh Kabid Penyuluhan Perkebunan Dinas Perkebunan Kutim, Adiyanto.
“Bali memang merupakan penghasil biji kakao fermentasi terbaik di dunia, dan dengan belajar langsung di sumbernya, saya yakin semangat para petani di Kutim akan semakin tinggi,” ujar Joni.
Ia menambahkan, kakao dapat tumbuh bersama kelapa sawit, yang membuatnya menjadi potensi ekonomi yang saling menguntungkan bagi para petani di Kutim.
Joni juga menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari kepedulian pemerintah terhadap masyarakat yang ingin meningkatkan penghasilan mereka melalui budidaya kakao.
Di Kecamatan Karangan, terdapat dua desa yang telah berhasil memanen kakao sebanyak 90 ton dari lahan seluas 100 hektare, yang menjadi salah satu daerah penghasil kakao terbanyak di Kutim.
“Semoga pelatihan ini dapat memberikan wawasan lebih bagi kelompok tani di Kutim, dan ke depan pengelolaan kakao di daerah ini bisa lebih maju,” harap Joni, yang merupakan politisi dari Partai PPP.
Selain mengikuti bimtek, Joni bersama Dinas Perkebunan Kutim juga meninjau langsung kebun kakao di Desa Tua, Marga Tabanan, Bali. Petani kakao binaan Dinas Perkebunan Kutim terlihat antusias mengikuti sesi kunjungan ke kebun kakao di Cacao Farm, yang mengajarkan mereka proses budidaya dari penanaman hingga pengolahan kakao yang siap dikonsumsi.
“Ini kegiatan yang positif, karena petani bisa langsung melihat bagaimana proses budidaya kakao, mulai dari penanaman hingga pengeringan yang dapat meningkatkan kualitas hasil panen mereka,” jelas Joni.
Owner Cacao Farm, Alit, menjelaskan bahwa pada awalnya, bibit kakao yang ia gunakan berasal dari Kabupaten Berau, namun kini ia sudah dapat membibitkan kakao sendiri dari hasil panen sebelumnya.
Kepala Dinas Perkebunan Kutim, Sumarjana, melalui Kabid Penyuluhan, Adi Yanto, menambahkan bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi petani kakao di Kutim adalah kurangnya tata niaga yang terstruktur antara petani dan tengkulak.
Berbeda dengan Bali, yang telah memiliki sistem penjualan yang jelas, petani di Kutim masih kesulitan dalam mendapatkan harga yang optimal untuk hasil panennya.
“Di Bali, penjualan kakao sudah tertata rapi antara petani dan tengkulak, dengan adanya edukasi dari tengkulak agar panen petani bisa berkualitas baik. Jika panen bagus, tengkulak juga untung,” tutup Adi Yanto.ADV