Faktanusa.com, Samarinda – Ancaman peredaran narkoba di Kalimantan Timur (Kaltim) semakin menjadi perhatian serius di berbagai lini. Tidak hanya menjadi masalah hukum dan kesehatan masyarakat, narkoba kini dipandang sebagai hambatan besar dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) di daerah yang tengah bersiap menyambut Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Di tengah kondisi tersebut, Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, menyampaikan pernyataan tegas mengenai pentingnya tindakan kolektif dan sistematis dalam memerangi peredaran gelap narkotika di Kaltim. Dalam keterangannya pada Selasa (17/6/2025), ia menekankan pentingnya sinergi menyeluruh antara berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah, aparat penegak hukum, hingga masyarakat sipil.
“Kita semua sepakat, ini adalah masalah serius yang harus ditangani secara maksimal. Kita tidak bisa setengah hati. Terlebih saat ini, Kalimantan Timur tengah fokus pada peningkatan kualitas SDM,” ujarnya.
Ananda menyoroti bahwa meskipun Pemerintah Provinsi Kaltim telah memiliki Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba, pelaksanaannya di lapangan masih belum optimal. Menurutnya, diperlukan langkah konkret agar peraturan tersebut tidak hanya berhenti pada tataran dokumen hukum, tetapi benar-benar diterapkan secara konsisten.
“Perdanya sudah ada. Sekarang tinggal bagaimana kita jalankan secara konsisten dan menyeluruh,” kata politisi dari PDI Perjuangan itu.
Sebagai langkah lanjut, ia mengungkapkan bahwa dalam waktu dekat akan dibentuk satuan tugas khusus untuk menangani persoalan narkoba secara lebih intensif dan terstruktur. Satgas ini rencananya akan dipimpin langsung oleh Gubernur atau Wakil Gubernur Kaltim dan melibatkan unsur Forkopimda, termasuk aparat keamanan dan lembaga terkait.
Tak hanya fokus pada pemberantasan jaringan peredaran, Ananda juga menyoroti pentingnya pendekatan yang lebih manusiawi terhadap para pengguna narkoba. Menurutnya, mereka tidak seharusnya langsung dipenjara, tetapi diarahkan untuk menjalani proses rehabilitasi yang memulihkan secara sosial dan psikologis.
“Rehabilitasi jauh lebih efektif untuk pemulihan sosial dan menekan angka residivis. Saat ini rehabilitasi di Tanah Merah hanya mampu menampung sekitar 290 orang, padahal data menunjukkan ada belasan ribu pengguna di Kaltim,” jelasnya.
Kondisi tersebut membuat DPRD Kaltim berinisiatif mendorong perluasan fasilitas rehabilitasi serta memperbaiki prosedur penerimaannya. Mengingat pembiayaan rehabilitasi umumnya berasal dari APBN, ia menegaskan perlunya dukungan dan perhatian dari pemerintah pusat.
Ananda memastikan DPRD siap memberikan dukungan dalam bentuk regulasi, pengawasan pelaksanaan kebijakan, hingga pengalokasian anggaran untuk program-program pencegahan dan penanganan narkoba. Namun, ia juga menekankan bahwa upaya ini tidak akan berhasil jika hanya dilakukan oleh pemerintah atau aparat keamanan saja.
“Kami terbuka dan siap membantu. Ini bukan hanya pekerjaan pemerintah daerah dan Forkopimda saja. Semua pihak, termasuk keluarga dan masyarakat, harus terlibat. Pencegahan narkoba di Kaltim adalah tanggung jawab kolektif,” ujarnya.
Baginya, keberhasilan memerangi narkoba di Kaltim hanya bisa dicapai melalui kolaborasi lintas sektor yang saling menguatkan. Pemerintah, aparat, lembaga rehabilitasi, tokoh masyarakat, hingga keluarga harus bahu membahu dalam menciptakan lingkungan sosial yang sehat dan sadar akan bahaya narkoba.
“Jangan hanya fokus menangkap pengedar. Yang jauh lebih penting adalah menciptakan lingkungan yang sehat, berdaya, dan sadar akan bahaya narkoba. Ini perjuangan panjang, tapi kalau kita bersatu, saya yakin Kalimantan Timur bisa bebas dari jerat narkoba,” pungkasnya. (ADV/**)