
Faktanusa.com,Sangatta – Data Bank Indonesia (BI) yang memuat daftar kabupaten dengan dana mengendap terbesar di perbankan memicu perhatian publik di Kalimantan Timur. Dalam laporan tersebut, Kabupaten Kutai Timur (Kutim) berada di posisi ke-9 dari 10 kabupaten yang memiliki simpanan dana terbesar, dengan nilai mencapai Rp1,71 triliun. Temuan ini memunculkan asumsi bahwa pemerintah daerah menahan dana dan tidak segera menyalurkannya untuk pembangunan.
Menanggapi hal itu, Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman menegaskan bahwa angka tersebut bukanlah idle money atau dana menganggur sebagaimana diinterpretasikan sejumlah pihak. Ia menampik anggapan bahwa dana tersebut sengaja tidak digunakan pemerintah daerah, dan menyatakan jumlah tersebut merupakan bagian dari proses pencairan sesuai kemajuan pekerjaan pembangunan di lapangan.
“Jika dana ini ada di bank masing-masing daerah, ini kan sesuai progres. Progresnya bagus maka akan kita bayarkan, akan kita selesaikan,” tegas Ardiansyah saat ditemui di Sangatta, Minggu (16/11/2025).
Menurutnya, mekanisme pencairan anggaran daerah harus mengikuti beberapa tahapan administrasi dan teknis, yang mencakup verifikasi pekerjaan, pemeriksaan fisik, dan penyesuaian realisasi keuangan. Oleh karena itu, dana yang tersimpan belum tentu menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam membelanjakan anggaran.
Ardiansyah juga menyoroti potensi kesalahpahaman terkait data yang dirilis BI, khususnya dalam interpretasi publik terhadap istilah “mengendap”. Tanpa penjelasan komprehensif, angka tersebut rawan memunculkan opini negatif terhadap tata kelola keuangan daerah.
Ia bahkan mempertanyakan kejanggalan data untuk kabupaten lain, seperti Kutai Barat (Kubar) yang disebut memiliki dana mengendap hingga Rp3,2 triliun, hampir mendekati nilai APBD Kutai Barat yang hanya sekitar Rp4 triliun.
“Ini yang banyak disalahartikan oleh masyarakat, termasuk Bupati. Saya menanyakan kenapa mengendap? Kalau ada di BI kenapa enggak langsung ditransfer?” ujarnya.
Menurut Ardiansyah, dana yang disebut mengendap itu sebagian besar tersimpan di Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan bergerak mengikuti perkembangan pelaksanaan kegiatan fisik dan nonfisik sepanjang tahun anggaran berjalan. Artinya, dana tersebut akan dicairkan ketika laporan kemajuan pekerjaan telah memenuhi syarat.
Bupati menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak pernah memiliki kepentingan untuk menahan anggaran. Justru, keterlambatan pencairan biasanya terjadi akibat hambatan teknis, seperti dokumen pertanggungjawaban yang belum lengkap atau progres pekerjaan fisik di bawah target.
“Pemerintah daerah tidak menahan tanpa alasan. Semua berjalan sesuai mekanisme pencairan dan pelaksanaan kegiatan di lapangan,” jelasnya.
Ardiansyah menyampaikan bahwa pemerintah daerah wajib memastikan setiap rupiah APBD digunakan tepat sasaran dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Karena itu, pencairan yang tergesa-gesa justru berpotensi menimbulkan masalah baru, termasuk pelanggaran administrasi dan indikasi penyimpangan anggaran.
“Ini yang aneh, saya tidak mampu menerjemahkan secara maksimal,” tambahnya, merujuk pada interpretasi publik terhadap data BI tanpa penjelasan teknis mendalam.
Berdasarkan Sistem Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) milik Bank Indonesia, Kutai Timur tercatat menempati urutan kesembilan dalam daftar kabupaten dengan dana mengendap terbesar di Indonesia per September 2025 dengan nilai Rp1,71 triliun. Peringkat tertinggi disebut ditempati Kutai Barat dengan Rp3,2 triliun.
Publik diharapkan mendapatkan penjelasan lengkap dari otoritas terkait agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi, terlebih dana tersebut berkaitan langsung dengan kepentingan pembangunan daerah.
Pemerintah Kabupaten Kutai Timur memastikan realisasi anggaran terus dipercepat seiring progres kegiatan fisik di berbagai perangkat daerah, terutama menjelang penutupan tahun anggaran. (Adv/Shin/**)
![]()


