
Faktanusa.com, Sangatta — Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) mengambil langkah kebijakan tegas untuk mencegah potensi kasus keracunan makanan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi pelajar sekolah. Langkah ini sebagai respons atas kejadian keracunan massal yang sempat terjadi di sejumlah daerah di Indonesia beberapa waktu terakhir.
Meski Kutai Timur belum pernah mencatat kasus serupa, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kutim menerapkan standar pengawasan ekstrem dan aturan ketat terkait keamanan pangan, demi memastikan seluruh peserta program MBG menerima makanan yang layak konsumsi dan higienis.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinkes Kutim, Sumarno, mengatakan bahwa peningkatan pengawasan dilandasi rasa kekhawatiran masyarakat. Menurutnya, pemerintah daerah wajib melakukan langkah antisipatif agar kejadian serupa tidak terulang di Kutim.
“Kita sudah bekerja sama dengan tim agar jangan sampai terjadi keracunan seperti yang menimpa daerah lain,” kata Sumarno di Sangatta, Kamis (27/11/2025).
Salah satu kebijakan terbaru yang diterapkan adalah kewajiban pembubuhan batas waktu konsumsi pada setiap paket makanan MBG. Kebijakan ini didasarkan pada temuan bahwa salah satu titik rawan kontaminasi makanan terjadi ketika anak membawa pulang makanan yang seharusnya dikonsumsi segera.
Makanan yang dibiarkan terlalu lama berpotensi terjadi proses fermentasi dan pertumbuhan bakteri berbahaya, terutama pada hidangan dengan kandungan protein tinggi seperti telur, ayam, atau daging.
“Nanti di kotak makanan harus dikasih stempel berapa jam berlakunya. Itu aturan yang seharusnya. Lewat dari waktu maksimum tersebut, makanan tidak boleh dikonsumsi lagi,” tegas Sumarno.
Dinkes Kutim menetapkan bahwa batas konsumsi aman makanan program MBG adalah maksimal empat hingga enam jam setelah makanan disajikan.
Pengawasan program MBG dilakukan secara menyeluruh, mulai dari seleksi bahan baku, proses pengolahan, penyimpanan, distribusi hingga makanan diterima siswa di sekolah.
Tahapan persiapan hingga distribusi dilaksanakan berdasarkan standar higienitas dan sanitasi ketat, termasuk kewajiban menggunakan air bersih, peralatan steril, serta penyimpanan makanan dalam kondisi suhu terkontrol.
Dalam pelaksanaannya, Dinkes Kutim tidak bekerja sendiri. Pengawasan dilakukan dengan sistem sinergi lintas sektor melibatkan pihak sekolah, petugas kesehatan, kepolisian, hingga TNI, untuk memastikan keamanan pangan benar-benar terjaga.
“Pengawasan bukan hanya dari kami. Ini melibatkan berbagai pihak termasuk pihak sekolah, kepolisian, dan TNI, agar pelaksanaan program benar-benar aman,” ujarnya.
Selain pengawasan umum, pemerintah daerah juga memberi perhatian khusus terhadap kerentanan individual pelajar. Setiap sekolah diwajibkan melakukan pendataan siswa yang memiliki riwayat alergi makanan tertentu, sebagai dasar penyusunan menu MBG.
Data tersebut dipergunakan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di bawah Badan Gizi Nasional (BGN) untuk menentukan alternatif menu bagi siswa yang tidak dapat mengonsumsi jenis makanan tertentu.
“Kalau ada anak alergi udang, misalnya, menu wajib dialihkan ke yang gizinya sama dengan udang,” jelas Sumarno.
Menurutnya, hal ini tidak hanya penting dari sisi kesehatan, tetapi juga memastikan bahwa hak anak mendapatkan gizi aman dan seimbang tetap terpenuhi.
Upaya pengamanan program juga mencakup pemeriksaan kesehatan bagi seluruh petugas pengolahan makanan. Mereka wajib menjalani uji kesehatan dan dipastikan bebas penyakit menular, sehingga tidak menjadi sumber kontaminasi makanan.
Sumarno menegaskan bahwa kebijakan ketat ini bukan dimaksudkan untuk memperlambat proses distribusi program, melainkan memastikan bahwa MBG tetap menjadi program strategis yang aman, berkualitas, dan meningkatkan kesehatan pelajar.
Ke depan, Dinkes Kutim akan terus melakukan evaluasi rutin serta memperluas edukasi keamanan pangan untuk sekolah-sekolah sebagai garda terdepan dalam menjaga keselamatan para pelajar. (Adv/Shin/**).
![]()


