
Faktanusa.com, Sangatta – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) tengah mempersiapkan sejumlah desa untuk ditetapkan sebagai Desa Budaya. Program ini bertujuan melestarikan kekayaan budaya daerah sekaligus menjadikan desa-desa tersebut sebagai destinasi wisata berbasis tradisi dan kearifan lokal.
Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kutim, Padliyansyah, mengatakan bahwa saat ini pemerintah daerah telah mulai melakukan pendataan terhadap desa-desa yang memenuhi syarat sebagai Desa Budaya.
“Kami telah menginventarisasi desa-desa di Kutim yang memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai desa budaya,” ucap Padliyansyah, di Sangatta, Senin (24/11/2025).
Ia menjelaskan bahwa proses identifikasi dilakukan terhadap 139 desa yang tersebar di 18 kecamatan di Kutai Timur. Setiap desa akan dikaji berdasarkan keunikan budaya, kekayaan tradisional, serta kesiapan masyarakat dalam menjaga dan mengembangkan potensi budaya lokal.
“Kami ingin menyeleksi desa yang benar-benar memiliki kekhasan dan komitmen, sehingga layak dijadikan desa budaya,” tambahnya.
Padliyansyah menargetkan pada tahun 2025, sedikitnya tiga desa akan ditetapkan secara resmi sebagai desa budaya. Penetapan tersebut dilakukan melalui proses kajian, verifikasi lapangan, serta pendampingan kelembagaan oleh pemerintah.
Salah satu desa yang digadang sebagai kandidat kuat adalah Desa Rindang Benua, yang dikenal sebagai pusat budaya Dayak Kutai Timur. Desa ini selama ini telah aktif menyelenggarakan kegiatan adat dan seni tradisi, meskipun belum mendapatkan publikasi yang luas.
“Desa ini sebenarnya sudah memiliki agenda tahunan, hanya saja belum dikemas dengan baik. Kami ingin memperkuat potensi yang sudah ada agar lebih dikenal,” jelasnya.
Ia juga membandingkan dengan keberhasilan Desa Budaya Pampang di Samarinda, yang telah menjadi salah satu ikon wisata budaya di Kalimantan Timur bahkan di tingkat nasional dan mancanegara.
“Layaknya Kota Samarinda yang punya desa budaya terkenal hingga manca negara, Kutim juga harus bisa seperti itu,” tegasnya.
Dengan ditetapkannya desa budaya, desa-desa terpilih nantinya akan memiliki ruang untuk menyelenggarakan agenda budaya secara mandiri yang dapat menarik kunjungan wisatawan lokal maupun dari luar daerah.
“Nanti, desa-desa yang sudah ditetapkan bisa menggelar event sendiri dan menarik wisatawan dari luar,” ujar Padliyansyah.
Ia menegaskan bahwa desa budaya juga harus memiliki produk unggulan yang mencerminkan identitas lokal, baik melalui seni tradisi, adat, kuliner, kerajinan, maupun festival budaya.
Lebih lanjut, Padliyansyah mengatakan bahwa penetapan desa budaya akan dilakukan melalui kerja sama erat antara pemerintah daerah dan pemerintah desa setempat. Desa harus menunjukkan keseriusan melalui penguatan kelembagaan budaya, kesiapan masyarakat adat, serta dukungan dari pelaku UMKM berbasis tradisi.
“Desa yang ditetapkan harus memiliki produk unggulan budaya, seperti seni tradisional, adat istiadat, serta dukungan dari pelaku UMKM berbasis budaya,” tuturnya.
Ia menegaskan bahwa pelestarian budaya harus dilakukan bersama, karena tanpa kolaborasi masyarakat, keberlangsungan tradisi akan sulit bertahan di tengah pesatnya perkembangan era digital dan modernisasi.
Program Desa Budaya juga diharapkan menjadi sarana penguatan ekonomi lokal. Dengan adanya event budaya, atraksi wisata, dan produk UMKM yang lebih dikenal, roda ekonomi masyarakat akan bergerak lebih cepat.
Menurut Padliyansyah, desa budaya bukan hanya menjaga warisan leluhur, tetapi juga memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat.
Ke depan, Disdikbud Kutim akan melakukan pendampingan dan pemberdayaan, termasuk peningkatan kapasitas kelompok budaya, bantuan fasilitas seni tradisi, serta pembinaan promosi digital agar desa budaya semakin dikenal luas.
Dengan langkah ini, pemerintah optimistis bahwa pelestarian budaya dan pariwisata dapat berkembang secara berkelanjutan sekaligus memperkuat identitas kebudayaan Kutai Timur di tingkat provinsi maupun nasional. (Adv/Shin/**)
![]()


