
Faktanusa.com, Sangatta – Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) kembali menegaskan komitmennya untuk memperkuat ketahanan fiskal daerah melalui diversifikasi sumber pendapatan. Hal ini disampaikan Anggota Komisi B DPRD Kutim, Faisal Rachman, yang menyoroti masih kuatnya ketergantungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terhadap dana bagi hasil (DBH) batu bara, meski Kutim telah berdiri selama 26 tahun.
“Nah, memang sejauh ini, sudah 26 tahun Kutai Timur berdiri, kekuatan APBD kita itu masih ditopang oleh dana bagi hasil dari batu bara,” ujar Faisal, Kamis (27/11/2025). Menurutnya, kondisi tersebut menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi daerah masih belum berpindah dari pola lama yang berorientasi pada sektor ekstraktif.
Selama lebih dari seperempat abad, DBH batu bara telah menjadi tulang punggung fiskal dan menopang pembiayaan pembangunan di berbagai sektor. Namun, Faisal menilai ketergantungan seperti ini melahirkan risiko jangka panjang, terutama jika harga batu bara mengalami penurunan atau eksplorasi mulai berkurang.
“Ketergantungan yang terlalu besar pada satu sumber pendapatan membuat kita rentan. Ketika harga batu bara turun, APBD ikut goyang. Ini tidak sehat untuk jangka panjang,” tegasnya.
Faisal mengakui bahwa ketergantungan yang telah berlangsung lama tidak mudah dilepaskan. Namun, ia menilai momentum saat ini adalah waktu paling tepat untuk memulai transformasi ekonomi secara serius.
“Ini harus terus kita kurangi. Walaupun tidak bisa langsung lepas dalam satu atau dua tahun, tapi kita harus mulai dari sekarang, dengan langkah yang terukur dan terencana,” ucapnya.
Ia menambahkan, Kutim sebenarnya memiliki modal besar untuk memulai diversifikasi, mengingat selama puluhan tahun pendapatan daerah cukup stabil berkat kontribusi sektor tambang. Menurutnya, pendapatan tersebut seharusnya menjadi “bahan bakar” untuk memperkuat sektor-sektor lain di luar pertambangan.
“Kita punya potensi pertanian, perkebunan, perikanan, pariwisata, bahkan industri kreatif. Modal fiskal yang besar dari batu bara harus diubah menjadi investasi jangka panjang untuk sektor-sektor itu,” jelas Faisal.
Upaya diversifikasi ini disebut tidak hanya berfokus pada pencarian sumber PAD baru, tetapi juga pada pembentukan ekosistem ekonomi yang lebih inklusif dan berdaya tahan. Menurut Faisal, daerah tidak bisa hanya mengandalkan potensi sumber daya alam, tetapi harus mulai beralih ke pengembangan sektor yang memiliki nilai tambah.
“Selama ini kita cenderung hanya mengandalkan sumber daya alam mentah. Tapi ke depan, kita harus perkuat sektor pengolahan. Dengan begitu, nilai tambah ekonomi jauh lebih besar dan tenaga kerja lebih banyak terserap,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya mendorong inovasi dan memperluas kerja sama dengan pihak swasta agar sektor-sektor non-tambang bisa tumbuh lebih cepat. Pemerintah daerah dinilainya perlu membuka ruang investasi seluas-luasnya, terutama yang berorientasi pada industri hilir dan usaha produktif.
Dalam jangka panjang, Faisal menilai bahwa kunci utama dalam mengurangi ketergantungan pada batu bara adalah membangun kemandirian ekonomi masyarakat. Ia menegaskan bahwa diversifikasi tidak akan berhasil jika masyarakat tidak turut menjadi bagian dari proses perubahan.
“Bagaimana caranya kita supaya keluar dari ketergantungan ini dan masyarakat bisa mandiri. Itu yang paling penting. Diversifikasi ekonomi tidak hanya soal APBD, tetapi soal kemampuan masyarakat untuk tumbuh bersama,” tuturnya.
Menurutnya, ketika masyarakat memiliki sumber penghasilan yang lebih beragam—baik melalui UMKM, pertanian modern, hingga ekonomi digital—maka struktur perekonomian daerah akan lebih kuat dan tidak mudah terguncang oleh fluktuasi komoditas.
Faisal memastikan bahwa DPRD Kutim, khususnya Komisi B, siap untuk mengawal seluruh kebijakan dan agenda pemerintah daerah yang mendorong diversifikasi ekonomi. Ia menekankan bahwa transformasi ekonomi merupakan agenda jangka panjang yang harus dijalankan secara konsisten.
“Ini bukan hanya tugas pemerintah daerah, tetapi juga tugas legislatif untuk memastikan kebijakan yang dihasilkan benar-benar mendorong perubahan struktur ekonomi Kutim,” ujarnya.
Ia menutup dengan harapan bahwa Kutai Timur dapat melepaskan diri secara bertahap dari bayang-bayang batu bara dan membangun ekonomi yang lebih stabil, berkelanjutan, dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat.
“Kalau kita konsisten, Kutim tidak hanya kuat karena batu bara, tetapi karena sektor-sektor ekonomi lain yang tumbuh lebih sehat dan merata,” pungkasnya. (ADV)
![]()


