Faktanusa.com, Sangatta – Pengembangan Ekonomi Kreatif (Ekraf) di Kabupaten Kutai Timur kembali menjadi sorotan DPRD setempat. Komisi B DPRD Kutim menilai perlunya penyempurnaan strategi dan program untuk mendorong sektor ini beradaptasi dengan perkembangan zaman. Dorongan ini mencerminkan komitmen legislatif untuk membawa Ekraf Kutim bergerak menuju fase yang lebih modern, adaptif, dan berkelanjutan.

Anggota Komisi B DPRD Kutai Timur, Yusri Yusuf, mengungkapkan bahwa pihaknya secara intens mendorong dinas terkait agar lebih progresif dalam mengembangkan sektor yang memiliki potensi besar ini. Meski demikian, ia mengakui masih terdapat jurang antara ekspektasi legislatif dan implementasi program di lapangan.

“Ekraf itu kami tekankan ke dinas untuk pengembangan Ekraf, tapi mereka masih punya program yang betul-betul sesuai dengan kerja mereka,” jelasnya. Sabtu (22/11/2025)

Menurut Yusri, komunikasi antara legislatif dan eksekutif harus terus diperkuat agar visi pengembangan Ekraf dapat selaras. Penekanan dari dewan juga diharapkan mampu mendorong dinas agar lebih kreatif dalam merancang program-program yang menyesuaikan tren serta kebutuhan masyarakat saat ini.

Dengan tegas ia menambahkan, “Kita minta supaya Ekraf itu ditingkatkan.”

Dorongan tersebut, menurut Yusri, mencakup peningkatan kualitas sumber daya manusia, inovasi produk kreatif, hingga pemanfaatan teknologi digital sebagai sarana ekspansi pasar. Ia menilai bahwa sektor Ekraf Kutim memiliki ruang yang luas untuk berkembang apabila didukung strategi yang tepat dan ekosistem yang memadai.

Namun, ia menyoroti bahwa hingga kini belum terlihat adanya terobosan signifikan dari strategi yang dijalankan eksekutif. Program yang ada dinilai masih bersifat repetitif dan tidak jauh berbeda dengan pola pembangunan sebelumnya.

“Untuk strateginya ya saat ini belum terlalu signifikan lah, maksudnya apa yang ada sih sesuai aja, karena pengembangan Ekraf masih seperti yang sebelum-sebelumnya,” ujarnya.

Evaluasi tersebut menunjukkan perlunya pendekatan baru yang lebih adaptif terhadap perubahan tren dan kebutuhan pasar. Terlebih, perkembangan ekonomi kreatif di tingkat nasional telah menunjukkan pergeseran besar ke arah digital, yang seharusnya menjadi peluang bagi daerah untuk turut berkompetisi.

Yusri mencontohkan bahwa kegiatan yang dijalankan dinas selama ini masih berkisar pada pelayanan dasar bagi UMKM dan bantuan produksi. Meski penting, ia menilai bahwa upaya tersebut belum cukup untuk membawa Ekraf Kutim naik kelas.

“Melayani UMKM, membantu-bantuan produksi mereka, mungkin seperti itu,” tambahnya.

Ia menjelaskan bahwa dukungan semacam itu masih berada pada level fundamental. Pengembangan yang lebih mendalam diperlukan, seperti penguatan branding, perluasan jejaring pemasaran, serta peningkatan kualitas dan inovasi produk agar dapat bersaing tidak hanya di pasar lokal, tetapi juga regional bahkan nasional.

Lebih jauh, Yusri secara terbuka menyampaikan bahwa Kutai Timur masih tertinggal dalam menggarap potensi sektor ekonomi kreatif digital—mulai dari konten kreator hingga platform streaming yang kini berkembang pesat secara nasional.

“Cuma untuk mengambil yang seperti streaming-streaming, youtuber, itu belum, belum sampai ke sana,” tuturnya.

Ia menilai bahwa ketertinggalan ini disebabkan minimnya minat lokal terhadap sektor digital serta anggapan bahwa profesi tersebut belum populer di tingkat daerah.

“Karena dianggap belum terlalu populer bagi kita. Kalau nasional sudah populer, tapi bagi kabupaten belum ada yang meminta untuk seperti itu,” ujarnya.

Meski demikian, ia menilai hal ini justru menjadi peluang besar bagi pemerintah daerah untuk mulai melakukan edukasi, membuka ruang kreatif, serta memfasilitasi potensi konten kreator lokal yang mungkin selama ini belum terwadahi.

Dengan penyempurnaan strategi, penguatan kolaborasi, dan pemanfaatan teknologi, Ekraf Kutim diharapkan dapat melangkah lebih jauh dan menjadi sektor andalan baru dalam pembangunan ekonomi daerah. (ADV)

Loading