
Faktanusa.com, Sangatta – Sebagai salah satu ikon kuliner Kalimantan, amplang menunjukkan dinamika ketahanan usaha mikro yang menarik untuk dicermati. Meski sempat mengalami tantangan berat, produk ini tetap memiliki basis pasar yang loyal, membuka peluang bagi kebangkitan usaha-usaha yang terdampak. Situasi pasca pandemi kini menjadi babak baru bagi para pelaku usaha untuk membangun kembali bisnis mereka dengan fondasi yang lebih adaptif dan berkelanjutan.
Salah satu Anggota DPRD Kutim, Yusri Yusuf, memaparkan kondisi terkini dengan gamblang. “Amplang itu sudah pernah ada dan masih ada dan ada beberapa kelompok yang sudah mati suri, karena amplang itu kan sempat berkembang sebelum covid, setelah covid mereka tidak berproduksi lagi karena mungkin kehabisan modal atau lemahnya ekonomi ya akhirnya mereka stagnan,” ujarnya. Minggu (16/11/2025)
Ungkapan “mati suri” dalam pernyataan tersebut justru mengindikasikan adanya potensi untuk dihidupkan kembali. Status ini menunjukkan bahwa usaha amplang sebelumnya telah memiliki basis operasional dan pengetahuan produksi yang memadai. Hal ini menjadi aset berharga yang dapat diaktifkan kembali dengan suntikan modal dan strategi pemasaran yang tepat, karena fondasi keahliannya masih tersimpan di dalam komunitas.
Faktor penyebab stagnasi, yaitu kehabisan modal dan lemahnya ekonomi, menunjuk pada akar permasalahan yang spesifik dan dapat diatasi. Ini berbeda dengan kegagalan usaha yang disebabkan oleh tidak adanya permintaan pasar. Fakta bahwa amplang pernah berkembang pesat sebelum pandemi membuktikan bahwa produk ini memiliki daya tarik dan nilai jual yang kuat, sehingga peluang untuk kembali bangkit sangat terbuka lebar.
Pemerintah daerah dan berbagai pemangku kepentingan kini memiliki peta jalan yang jelas untuk intervensi. Bantuan yang dibutuhkan terfokus pada pemulihan modal kerja dan pendampingan manajemen pascaproduksi. Langkah-langkah seperti bantuan permodalan lunak, pelatihan pengemasan, serta pendampingan untuk memanfaatkan kanal pemasaran digital menjadi relevan untuk membantu usaha yang “mati suri” ini bangkit dan kembali berproduksi.
Dengan memahami kondisi ini, upaya revitalisasi usaha amplang dapat lebih terarah. Fokusnya bukan pada membangun dari nol, melainkan pada menghidupkan kembali usaha yang telah memiliki akar di komunitas. Pendekatan ini dianggap lebih efisien dan berdampak langsung, karena mengembalikan sumber pendapatan kepada keluarga-keluarga yang sebelumnya telah memiliki keahlian membuat amplang, sekaligus melestarikan warisan kuliner khas daerah yang telah melegenda. (ADV)
![]()


