
Faktanusa.com, Sangatta — Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Kalimantan Timur, terus mengakselerasi pengembangan hilirisasi komoditas kakao dengan memprioritaskan model industri berbasis padat karya. Langkah ini ditempuh agar dampak ekonomi dapat dirasakan langsung oleh para petani dan masyarakat lokal, terutama di sentra-sentra produksi kakao.
“Fokus kami adalah mendorong industri pengolahan yang berbasis padat karya, bukan padat modal. Tujuannya agar sebaran ekonomi bisa langsung dinikmati oleh para petani dan masyarakat sekitar,” ujar Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman.
Ia menegaskan bahwa Kutai Timur perlu menyeimbangkan struktur ekonominya, yang selama ini bergantung pada pertambangan dan perkebunan kelapa sawit berskala besar. Penguatan sektor pertanian kerakyatan dinilai penting untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Selain kakao, Pemkab Kutim juga mendorong hilirisasi terhadap komoditas pisang, nanas, dan karet, yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi produk olahan bernilai tambah.
Menurut Ardiansyah, potensi kakao di Kutai Timur sudah lama dikenal bahkan sejak awal berdirinya kabupaten tersebut. Saat ini produksi biji kakao tetap stabil, berada di kisaran 1.000 hingga 1.400 ton per tahun. Pasokan itu berasal dari dua sentra utama di Kecamatan Karangan dan Busang. Meski sebagian tanaman telah berusia tua dan membutuhkan peremajaan, semangat petani untuk mengembangkan olahan kakao terus meningkat.
Sebagai contoh, Ardiansyah menyoroti produk olahan kakao berbentuk serbuk minuman yang dihasilkan kelompok petani di Desa Karangan Ilir. Produk ini menurutnya menunjukkan bahwa petani mampu naik kelas jika didukung dengan fasilitas dan pembinaan yang tepat.
“Ini adalah contoh yang akan terus kami dukung agar produk olahannya semakin beragam,” ucapnya.
Pemerintah daerah juga berkomitmen memperkuat peran kelompok tani dalam kegiatan hilirisasi. Ardiansyah mengungkapkan bahwa Pemkab Kutim telah menyiapkan dukungan untuk pembangunan hingga 10 pabrik pengolahan kakao skala kecil dan menengah. Unit-unit ini akan dikelola oleh masyarakat sehingga manfaat ekonomi bisa langsung dirasakan di tingkat desa.
Terkait peluang investasi, ia menegaskan bahwa Kutim sangat terbuka bagi investor luar. Namun, setiap calon investor wajib berkomitmen untuk bermitra dengan petani lokal yang telah terlebih dahulu membudidayakan kakao.
“Kami sangat menyambut baik investor yang ingin masuk. Skemanya nanti akan kita komunikasikan agar terjadi kemitraan yang saling menguntungkan antara investor dengan kelompok tani di lapangan,” jelasnya.
Pengembangan industri pengolahan kakao direncanakan terpusat di Kecamatan Karangan. Lokasi ini dipilih karena kedekatannya dengan sumber bahan baku, sehingga mampu menekan biaya transportasi dan mempermudah petani dalam menyalurkan hasil panennya.
Dengan langkah hilirisasi berbasis padat karya, Pemkab Kutim berharap industri kakao dapat menjadi pilar ekonomi baru yang menguatkan ketahanan ekonomi lokal sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani di masa mendatang. (Adv/Shin/**)
![]()



