Faktanusa.com, Balikpapan – Layanan pengurusan surat tanah di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Balikpapan tengah menjadi sorotan serius dari masyarakat. Tingginya antusiasme warga, baik dari dalam maupun luar kota Balikpapan, untuk mengurus permohonan sertifikat tanah membuat kantor BPN di Jalan Ruhui Rahayu, Balikpapan Selatan, setiap hari dipadati pemohon. Namun, kondisi ini justru menimbulkan berbagai permasalahan yang mengganggu kenyamanan dan kepercayaan masyarakat.
Kantor BPN Balikpapan yang berlantai tiga, ternyata tidak mampu menampung seluruh pemohon yang datang setiap hari kerja, dari Senin hingga Jumat. Banyak pemohon terpaksa dilayani di luar ruangan kantor karena keterbatasan ruang dan fasilitas. Situasi ini menyebabkan suasana layanan menjadi padat dan berantakan.
Aliansi Masyarakat Balikpapan, yang mewakili suara warga, menilai layanan di BPN Balikpapan sudah tidak memenuhi standar operasional prosedur (SOP). Ahmad Betawi, juru bicara Aliansi, mengungkapkan bahwa selain pelayanan yang kurang optimal, terdapat kasus berkas pemohon yang hilang atau tercecer saat proses administrasi. Akibatnya, banyak warga harus mengulang pengurusan berkas yang sama agar proses bisa dilanjutkan.
“Sudah banyak keluhan dari warga yang mengurus sertifikat di sini. Mereka harus menunggu lama, bahkan hingga bertahun-tahun, sementara berkas mereka tidak kunjung selesai. Tidak hanya lambat, ada juga berkas yang hilang atau tercecer, sehingga masyarakat harus mengulang dari awal,” ujar Betawi saat ditemui di kantor BPN pada tanggal 23 Juni 2025.
Lebih lanjut, Betawi menilai kinerja pegawai BPN Balikpapan sangat memprihatinkan. Menurutnya, banyak berkas permohonan yang tidak dikerjakan sesuai ketentuan dan jadwal penyelesaian. Bagian pengukuran, pemetaan, serta penerbitan Surat Keputusan (SK) yang merupakan tahap krusial dalam proses sertifikasi, sering mengalami keterlambatan tanpa alasan jelas.
Hal yang semakin memperburuk keadaan adalah fakta bahwa seluruh pemohon telah melunasi retribusi melalui loket PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), namun pelayanan yang diberikan seolah berjalan tanpa tanggung jawab. Bahkan, menurut Betawi, para pemohon dilayani di luar ruangan kantor yang megah tersebut, padahal seharusnya pelayanan dapat dilakukan dengan lebih baik dan terorganisir di dalam ruangan.
Selain itu, keberadaan pegawai yang sebagian besar berasal dari luar daerah juga menjadi salah satu faktor kendala pelayanan. Mereka dinilai kurang memahami seluk-beluk daerah dan karakter masyarakat Balikpapan yang sangat menghargai waktu. Hal ini menyebabkan sikap pegawai yang terkesan acuh dan kurang sigap dalam melayani warga.
“Pegawai di sini banyak yang tidak paham kondisi lokal dan terkesan ogah-ogahan dalam memberikan layanan. Akibatnya, masyarakat harus menunggu bertahun-tahun tanpa kejelasan kapan sertifikat mereka selesai,” lanjut Betawi.
Aliansi Masyarakat Balikpapan menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi ini. Mereka meminta agar lembaga pengawas seperti Ombudsman, Pemerintah Kota Balikpapan sebagai penerima pajak PBB dan BPHTB, serta DPRD Balikpapan yang mengawasi anggaran, segera turun tangan dan mengambil langkah kongkrit untuk memperbaiki pelayanan BPN.
Betawi menegaskan bahwa warga Balikpapan harus diperlakukan dengan hormat dan mendapatkan layanan yang memadai saat mengurus hak atas tanah mereka. “Kami berharap ada perbaikan segera agar masyarakat tidak lagi merasa dirugikan dan diabaikan saat mengurus sertifikat tanah,” ujarnya.
Sebagai bentuk langkah antisipasi, Aliansi Masyarakat Balikpapan berencana mendirikan posko pengaduan di sekitar kantor BPN Balikpapan dalam waktu dekat. Posko ini akan menjadi wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan jika kondisi pelayanan tidak membaik.
Dengan situasi yang semakin kritis ini, harapan warga Balikpapan adalah adanya perubahan nyata dari BPN agar proses pengurusan sertifikat tanah bisa berjalan cepat, transparan, dan sesuai prosedur yang berlaku.
**/Shinta Setyana