Faktanusa.com, Samarinda — Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Ekti Imanuel, kembali melontarkan kritik tajam terhadap pola perbaikan jalan nasional di wilayah pedalaman Kalimantan Timur. Legislator yang mewakili daerah Kutai Barat dan Mahakam Ulu ini menilai metode tambal sulam yang selama ini diterapkan justru semakin memperburuk kualitas infrastruktur jalan di sejumlah ruas strategis, khususnya pada jalur Barong Tongkok–Mentiwan.
Menurut Ekti, pendekatan perbaikan yang dilakukan selama ini belum pernah benar-benar menyelesaikan masalah secara tuntas. “Kondisinya tidak pernah benar-benar pulih. Diperbaiki sebentar, rusak lagi. Ini karena perbaikannya setengah hati dan tidak menyeluruh,” ujarnya saat diwawancara di Samarinda, Sabtu (24/5/2025).
Ekti menjelaskan, perbaikan jalan nasional di wilayah pedalaman cenderung dilakukan secara parsial dan tidak menyentuh akar persoalan. Perbaikan biasanya hanya fokus pada titik-titik tertentu sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah ditetapkan, tanpa mempertimbangkan kondisi riil di lapangan dan kebutuhan masyarakat setempat. Padahal, jalan nasional di wilayah ini merupakan satu-satunya akses utama bagi warga Kutai Barat dan Mahakam Ulu untuk beraktivitas dan menggerakkan roda ekonomi.
“Kita sering mendengar laporan masyarakat yang mengeluhkan kondisi jalan yang kerap rusak, padahal baru diperbaiki beberapa bulan sebelumnya. Ini jelas menghambat mobilitas dan kegiatan ekonomi masyarakat,” jelasnya.
Ekti pun mendesak pemerintah pusat, melalui Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN), agar menghentikan praktik tambal sulam yang hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan masalah secara menyeluruh. Sebagai alternatif, ia mengusulkan penggunaan skema kontrak multiyears yang menurutnya lebih efektif dan efisien untuk wilayah dengan tantangan geografis yang sulit seperti Kutai Barat dan Mahakam Ulu.
Lebih jauh, Ekti menyebut pemerintah pusat telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp900 miliar untuk perbaikan ruas Barong Tongkok–Mentiwan yang akan digarap secara bertahap pada periode 2025 hingga 2027. Namun, ia menekankan agar pengerjaan proyek tersebut dilakukan dengan sungguh-sungguh dan menyeluruh agar manfaatnya dapat dirasakan maksimal oleh masyarakat.
“Kita tidak punya alternatif lain selain jalur nasional ini. Kalau perbaikannya asal-asalan, masyarakat kami yang paling menderita,” tegasnya.
Ruas Barong Tongkok–Mentiwan merupakan satu-satunya jalur nasional yang menghubungkan dua kabupaten di pedalaman Kalimantan Timur, yakni Kutai Barat dan Mahakam Ulu, yang sampai saat ini belum terhubung dengan jaringan jalan provinsi. Jalan ini memiliki peranan penting sebagai urat nadi logistik, distribusi barang, dan mobilitas masyarakat di wilayah pedalaman Kaltim.
Selain ruas utama tersebut, Ekti juga menyebutkan sejumlah ruas jalan lain yang perlu mendapatkan perhatian dan prioritas pembangunan dari pemerintah pusat, seperti Simpang Blusu, Simpang Damai, SP1–Muara Gusi, dan Muara Gusi–Simpang Kalteng. Namun, ia menegaskan bahwa perhatian utama harus tetap difokuskan pada perbaikan ruas Barong Tongkok–Mentiwan.
Komitmen Ekti untuk mengawal pembangunan infrastruktur di wilayah tertinggal ini tidak hanya sebatas kritik di media, melainkan juga lewat jalur legislatif. Ia terus mendorong agar pemerintah pusat menjalankan prinsip keadilan pembangunan, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman dan sulit dijangkau.
“Ini bukan hanya soal pembangunan fisik, tetapi juga soal keadilan pembangunan. Jangan sampai masyarakat di pedalaman terus tertinggal hanya karena infrastruktur tidak kunjung layak dan memadai,” pungkasnya.
Kritikan Ekti ini sekaligus menjadi peringatan penting bagi pemerintah pusat agar tidak mengabaikan kebutuhan infrastruktur di daerah-daerah terpencil. Infrastruktur jalan yang baik tidak hanya akan memudahkan akses dan mobilitas masyarakat, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan, dan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Kalimantan Timur. (ADV/**)