Hasbollah: Dorong Generasi Muda Kutim Jadi Petani Milenial dengan Strategi Baru

Loading

Kutai Timur – Pengembangan sektor pertanian di Kutai Timur menjadi salah satu isu yang tengah disorot, terutama dengan gagasan petani milenial yang digaungkan oleh Menteri Pertanian Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Anggota DPRD Kutim, Hasbollah, mengaku sejalan dengan visi tersebut dan melihat potensi besar untuk melibatkan generasi muda dalam pertanian.

Menurut Hasbollah, pergeseran minat generasi muda dari pertanian ke sektor industri telah berkontribusi pada berkurangnya lahan pertanian di Kutim.

“Setiap tahun, lahan kita menyusut. Banyak sawah yang sekarang dialihfungsikan menjadi ladang tanaman pisang atau komoditas lain. Ini karena generasi kita lebih tertarik ke sektor industri,” jelas Hasbollah saat ditemui di kantor DPRD Kutim, Kamis (21/11).

Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap penurunan minat masyarakat pada pertanian, meskipun sektor ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan jika dikelola dengan serius.

“Banyak yang menganggap sektor pertanian tidak menjanjikan kesejahteraan. Padahal, jika dihitung-hitung, hasil dari padi atau sawah itu bisa sangat menguntungkan,” katanya.

Ia menekankan perlunya perubahan strategi dalam mendukung sektor pertanian. Salah satu langkah penting, menurutnya, adalah memberikan perlakuan yang adil bagi petani dalam sistem harga.

“Ketika harga beras naik, pemerintah biasanya langsung melakukan operasi pasar untuk menekan harga. Tapi kapan petani bisa sejahtera kalau seperti ini terus? Pemerintah seharusnya membeli beras dengan harga tinggi, lalu memberikan subsidi seperti halnya subsidi BBM,” tegas politisi Partai Golkar ini.

Ia juga mendorong transformasi sektor pertanian Kutim menjadi industri pertanian yang lebih modern.

“Lihat Jepang atau Thailand, mereka berhasil menjadikan pertanian sebagai industri. Kita juga bisa melakukan itu. Tapi kalau masih pakai cangkul, siapa yang mau jadi petani? Pola pikir dan strateginya harus diperbarui,” ungkapnya.

Sebagai seseorang yang berasal dari latar belakang petani, Hasbollah memahami tantangan yang dihadapi petani, mulai dari harga hasil tani yang ditekan hingga panjangnya proses produksi.

“Saya tahu betul bagaimana sulitnya jadi petani. Harga produksi tinggi, sementara harga jual ditekan. Jadi kapan petani bisa sejahtera? Ini harus diubah dengan metode dan pola pikir yang baru,” katanya.ADV

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top