Faktanusa.com, Sangatta – Yan, Ketua Komisi D DPRD Kutim terus berupaya untuk menciptakan kesetaraan dan ruang-ruang bagi perempuan untuk berperan aktif di dalam setiap Aspek kemasyarakatan tak terkecuali pada ranah kepemimpinan daerah.
Lebih lanjut, Yan menyebutkan bahwa adanya peraturan di mana perempuan dapat tempat setidaknya 30% dari jajaran kepemimpinan ternyata bukanlah hal yang mudah untuk direalisasikan. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh masih kurangnya masyarakat yang mau memilih perempuan sebagai pemimpin mereka.
“Kita tidak bisa berbicara tentang DPR kita harus melempar ini ke masyarakat. Dari sisi partai itu sudah mengakomodir 30% perempuan persoalannya masyarakat tidak mau pilih perempuan. Terutama para perempuan tidak mau pilih perempuan. Di situ persoalannya,” terangnya.
Kendati telah berupaya untuk terus mendorong jalan-jalan perempuan terbaik untuk ikut berkompetisi dalam berperan memimpin Kutim, namun Ia menjelaskan bahwa pada akhirnya yang akan menentukan keberhasilan mereka yaitu masyarakat itu sendiri.
“Jadi kita lihat tentang persentasenya ini kita sudah mendorong calon-calon perempuan terbaik kita dan terakhir yang menentukan mereka duduk tidak duduk dan ini adalah masyarakat kita,” tandasnya.
Dijelaskan pula olehnya bahwa kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak dan perlindungan perempuan di masyarakat tidak akan serta merta turun apabila nantinya di DPRD telah diisi oleh banyak kaum perempuan.
“Dan terkait pelanggaran bukan berarti nanti kalau DPR banyak sekali perempuan maka pelanggaran di masyarakat, terutama tentang pelanggaran terhadap anak, pelanggaran terhadap seksual, pelanggaran terhadap perempuan akan turun, tidak menjamin,” tuturnya.
Yan menambahkan bahwa ia justru berharap seluruh masyarakat Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A), Dinas Pendidikan, tokoh-tokoh agama sampai para anggota DPRD sendiri untuk dapat terus berbenah dalam mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggara perlindungan terhadap perempuan dan anak.
“Kita minta adalah bagaimana seluruh masyarakat berbenah dari dinas pendidikan,dari dinas perlindungan perempuan dan anak, dari DPR sendiri,dari unsur agama, kita terus kita upayakan (agar) tidak ada celah pelanggaran-pelanggaran ini terjadi,” pungkasnya.
Ditekankan pula olehnya bahwa terutama dari pihak aparat penegak hukum bahwa kerap kali kasus pelanggaran terhadap perempuan dan anak disebabkan oleh faktor miras ataupun obat-obatan terlarang. Ia menjelaskan bahwa hal-hal tersebut tentu menyebabkan pemikiran masyarakat menjadi tidak waras.
“Terutama dari sisi aparat keamanan kita. Kalau kita lihat mungkin ini ada kaitannya dengan miras, ada dengan narkoba, sehingga banyak masyarakat kita yang menjadi error pemikirannya. Saya berpendapat sih mungkin kaitannya terhadap itu,” pungkasnya.ADV