Ibukota Nusantara, Sustainable Forest City

Loading

Faktanusa.com, Nusantara – KETIKA benak terganggu dengan sebutan Ibukota Nusantara adalah Kota Hutan Berkelanjutan, tiba tiba saja saya teringat pada tahun 2009 mengunjungi Kuala Kencana yang merupakan salah satu distrik di Kota Timika, Kabupaten Mimika, Papua.
Kuala Kencana adalah kota di tengah hutan yang diprakarsai oleh PT Freeport sebagai kawasan hunian mereka. Luasnya sekitar 511 kilometer persegi. Dengan populasi 2.010 jiwa pada tahun 2009 ketika saya diajak sahabat saya, salah satu supervisor di Freeport.
Kuala Kencana adalah Kota mandiri merupakan kelurahan dengan enam kampung, yakni Kuala Kencana, Kampung Iwaka, Kampung Naena Muktipura, Kampung Karang Senang, Kampung Mulia Kencana, Kampung Utikina Baru, dan Kampung Bhintuka.
Waktu itu saya disebut kampungan oleh sahabat saya, Ir Sumarno yang bekerja di tambang. Bagaimana saya tidak terlihat katrok, mata jelalatan menyaksikan surga kecil yang dibangun di bumi oleh orang orang Amerika ini.
Kuala Kencana ditempuh sekitar 15 menit dari Timika dan menjadi salah satu pusat administrasi dan pemukiman pekerja PT Freeport Indonesia. Dahulu, kota ini bernama Kota Baru, tetapi pada 1995 diubah menjadi Kuala Kencana atau Belanga Emas oleh Presiden Soeharto.
Kota ini termasuk salah satu kota yang tidak dapat dimasuki Kelompok Kriminal Bersenjata yang meneror warga sipil dengan beragam pelanggaran hukum.
Hal ini lantaran Kota Kuala Kencana dilengkapi sistem keamanan ketat untuk menjamin keamanan seluruh masyarakat di kota tersebut, maklum penghuninya sebagian besar adalah bule Freeport.
Meskipun letaknya di tengah hutan dan dikelilingi oleh pepohonan yang rimbun, Kota Kuala Kencana memiliki fasilitas yang lengkap dan modern. Selain gedung perkantoran PT Freeport Indonesia dan komplek perumahan karyawan, terdapat pula lapangan sepak bola, lapangan badminton indoor, lapangan futsal indoor, kolam renang standar Olimpiade, lapangan golf, bahkan pusat perbelanjaan.
Bahkan di sana terdapat (The Plaza), gereja, masjid, salon, perpustakaan dan layanan perbankan. Ada pula beberapa restoran barat dan oriental yang cita rasa dan mutunya terjaga dan mengikuti standar perusahaan industri catering dan distribusi pangan terbesar di Indonesia.
Kota di Papua ini diklaim sebagai kota pertama di Indonesia yang menerapkan sistem utilitas, listrik, air, dan komunikasi bawah tanah. Walau soal utilitas ini tidak sepenuhnya benar, karena di Balikpapan ada kawasan permukiman Pertamina Gunung Dubbs sudah menerapkan utilitas model di Kuala Kencana sejak zaman Belanda.
Kota ini juga diklaim sebagai kota yang memiliki sistem pengolahan air kotor. Air kotor disalurkan ke pusat pengolahan limbah sehingga tidak mencemari lingkungan yang ada di sekitarnya. Air keran yang disalurkan ke rumah-rumah penduduk memiliki standar tinggi serta aman untuk langsung dikonsumsi.
Di Kuala Kencana terdapat alun-alun yang terbilang cukup unik lantaran dirancang ala bangunan Jawa. Alun-alun berbentuk persegi panjang dengan sisi baratnya terdapat sebuah masjid bernama Masjid Baitur Rahim. Sementara pada sisi sebelah timur terdapat Gereja Betlehem yang berbentuk seperti rumah Honai.
Luas alun alun sekitar empat hektar. Di tengah alun-alun dibangun tugu karya pematung ternama, Nyoman Nuarta yang menggambarkan kelima sila dari Pancasila.
Menariknya, alun-alun ini tepat mengarah ke kiblat. Kebanyakan penduduk Kuala Kencana juga tidak menggunakan kendaraan berbahan bakar tetapi menggunakan sepeda.
Kota yang dikembangkan untuk mendukung operasi tambang di Tembagapura ini dibangun dengan sistem zonasi yang membuat kota ini dijuluki sebagai kota paling rapi di Indonesia. Sistem zonasi yang diterapkan di Kuala Kencana berdasarkan fungsi bangunan, seperti perumahan, perkantoran, sekolah, pertokoan, pergudangan, dan perbengkelan.
Kota Kuala Kencana juga memiliki jaringan jalan dan kaki lima yang tertata sangat rapi. Pengelola sudah merencanakannya untuk bisa ditempati hingga 30 tahun ke depan.
Hal tersebut dilakukan agar ketika akan menambah bangunan seperti rumah karyawan, tidak merusak hutan asli yang memiliki luas 17.000 hektare tersebut.
Kota tercanggih di Asia tenggara
“IKN didesain menjadi kota yang hijau, inklusif, cerdas, tangguh, dan kota hutan yang berkelanjutan,” kata Bambang saat menghadiri Clean EDGE Trade Mission Agenda yang diselenggarakan di Jakarta pada Senin, 6 Juni 2022 lalu.
Luas lahan Ibukota Nusantara adalah IKN 256.000 hektare, 163.000 hektar diantaranya adalah HGU PT ITCI Hutani Manunggal dan sekitar 800 hektar milik masyarakat akibat pergeseran Titik Nol.
Sementara itu 6.700 hektar kawasan khusus IKN terbagi dalam tiga kluster dan 100 hektar di antaranya adalah istana negara. (Kompas.com, 06/01/2022, 08:00 WIB.
Namun, sebaiknya sebelum lebih lanjut, artikel ini, saya coba mengutip dari berbagai sumber terminology hutan. Dalam diktat mata kuliah Silvika oleh Wiratmo Soekotjo, dosen Fakultas Kehutanan IPB tahun 1976, definisi hutan adalah lahan yang ditumbuhi pohon-pohonan atau vegetasi kayu-kayuan, baik sejenis maupun campuran yang mampu menciptakan iklim mikro di lingkungan sekitarnya.
Undang-Undang Kehutanan Nomor 41/1999 mengatur hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
Bahkan dalam beberapa referensi, pustaka maupun regulasi, kawasan hutan dibatasi dengan luasan terkecil. Peraturan Menteri Kehutanan nomor 14/2004 mendefinisikan hutan sebagai lahan dengan luas minimum 0,25 hektare, dengan tutupan tajuk pohon setidaknya 30% dan dengan pepohonan mencapai tinggi 5 meter.
Sedangkan Badan Pangan PBB (FAO) pada 2010 mendefinisikan bahwa hutan adalah suatu hamparan lahan dengan luas lebih dari 0,50 hektare yang ditumbuhi oleh pepohonan dengan tinggi lebih dari 5 meter dan tutupan tajuk lebih dari 10% atau ditumbuhi pohon yang secara alami tumbuh dengan tinggi lebih dari 5 meter.
Coba kita lihat yang terbaru, definisi menurut Peraturan Menteri Kehutanan digabungkan ke dalam definisi kerja UNFCCC Indonesia untuk melaksanakan Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) yang dibakukan dalam Tingkat Emisi Rujukan Deforestasi dan Degradasi Hutan Nasional Indonesia (FREL).
Menurut definisi baru ini hutan adalah suatu areal lahan lebih dari 6,25 hektare dengan pohon lebih tinggi dari 5 meter pada waktu dewasa dan tutupan kanopi lebih dari 30%.
Peningkatan luasan menjadi 6,25 hektare ini, karena pertimbangan pengukuran dan penafsiran visual. Bhawa 6,25 hektare adalah areal terkecil yang dapat diukur dengan satelit, diplot kan pada 0,25 sentimeter persegi , dan dipetakan pada skala penafsiran 1:50.000.
Sementara untuk kepentingan penilaian evaluasi tanaman hasil kegiatan rehabilitasi lahan, pendekatan satuan unit terkecil luas hutan seluas 4,0 hektare, menurut Peraturan Menteri LHK nomor 2 tahun 2020.
Perbedaan luasan kawasan hutan tersebut dan kesepakatan pengertian hutan secara kualitatif berdasarkan patokan ekosistem yang dibentuk oleh pohon-pohonan dan iklim mikro yang tercipta, masih terdapat perdebatan lagi tentang pengertian hutan dan kebun kayu.
Forest Watch Indonesia (FWI) menyatakan usaha kehutanan tidak diklasifikasikan sebagai hutan, sebab hutan tanaman hanya terdiri atas satu jenis tanaman atau monokultur sehingga lebih cocok disebut perkebunan.
Soal fungsi hutan, misalnya yang tidak terlalu terkait dengan urusan admin birokrasi akan tetapi lebih pada manfaat dan eksistensinya. Contohnya begini. Bisa saja Kawasan Hutan Lindung telah mengalami penurunan fungsi hidroorologisnya.
Yang tumbuh hanya Alang Alang, semak belukar tapi statusnya tetap sebagai kawasan hutan dengan kewenangan pemerintah pusat.
Persemaian untuk membangun hutan sudah dialokasikan seluas 120 hektar di Kelurahan Mentawir dengan 15 hingga 20 juta pertahun.
Jumlah ini menurut Profesor Dr. Ir. Marlon Aipassa, M.Agr cukup untuk menghutankan wilayah KIPP. Artinya dalam dua dasawarsa ke depan Ibukota Nusantara benar benar berada di tengah hutan. Persis seperti Kuala Kencana, bahkan lebih canggih.
Bibit pohon yang disiapkan adalah jenis lokal yang sesuai dengan karakter tapak lowland dipterocarpaceae fores seperti meranti, kapur bengkirai, keruing resak. Termasuk tumbuhan yang sudah punah pada habitatnya seperti Kesturi.
Bahkan pohon buah lokal Lai, Cempedak, Kerantungan, Kahoi, Bambu, tumbuhan pakan satwa, tumbuhan penyerap air atau sponge dan pengikat CO2.
Beberapa dekade ke depan diharapkan terbangun hutan dipterocarps termasuk mangrove di sekitar upper Reach Teluk Balikpapan dan akan menggantikan tegakan eucalyptus secara bertahap.
Tanaman HTI ini merupakan pohon pelindung bagi dypterocarpaceae sebelum tumbuh besar. Tumbuhnya flora ini akan berdampak pada kembalinya satwa yang critical endangered sesuai red list IUCN.
IUCN adalah Uni Internasional untuk Konservasi Alam, nama resminya International Union for Conservation of Nature and Natural Resources disingkat IUCN, kadang-kadang disebut dengan World Conservation Union) IUCN.
Organisasi ini merupakan sebuah organisasi internasional yang didedikasikan untuk konservasi sumber daya alam. Badan ini didirikan pada tahun 1948 dan berpusat di Gland Swiss. IUCN beranggotakan 78 negara, 112 badan pemerintah, 735 organisasi non-pemerintah dan ribuan ahli dan ilmuwan dari 181 negara. Tujuan IUCN adalah untuk membantu komunitas di seluruh dunia dalam konservasi alam.
Tekad membangun Kota Hutan Berkelanjutan ini akan menjadi habitat optimum bagi satwaliar. Iklim mikro dengan indeks kenyamanan di wilayah IKN-Nusantara akan terbentuk.
Penulis : Dr. Sunarto Sastrowardojo, Ahli Madya Perencanaan Wilayah dan Kota
Editor : Shinta Setyana

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top